Dari Sini Gemuruh di Kawah Merapi Terdengar

KalbarOnline.com – Di jalanan desa yang agak naik itu, tampak sebuah rumah. Sendirian, tanpa tetangga. Tapi, ada dua pria yang tengah mengobrol di samping rumah.

Njenengan (Anda) berdua ini warga Kalitengah Lor?” tanya Jawa Pos.

Mboten, kami warga Sambungrejo,” sahut keduanya.

Waduh. Dari pos ronda di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Sleman, Jogjakarta, tempat kami diarahkan warga ke pos pantau Merapi, ternyata kami kesasar sampai Dusun Sambungrejo, Desa Balerante, Klaten, Jawa Tengah. Tak terasa, antardusun antarprovinsi.

Dua dusun itu, Kalitengah Lor dan Sambungrejo, memang bertetangga. Dan, keduanya berada di dalam radius 5 kilometer atau kurang dari puncak Merapi, batas bahaya.

Kemarin Jawa Pos memang berupaya menemui warga yang belum mengungsi atau tetap tinggal di dusun di lereng Merapi. Mereka bertahan meski ada potensi bahaya yang mengancam, seperti awan panas atau wedus gembel dalam istilah setempat.

Mereka yang bertahan di dusun umumnya warga dengan usia produktif. Untuk menjaga ternak atau sekadar mengawasi rumah dan dusun.

Seperti dua pria yang kami temui karena kesasar tadi, Mogol, 32, dan Nanti Wiyono, 75. ”Seng enom-enom tasih teng riki, njogo (Yang muda-muda masih di sini untuk berjaga, Red),” ujar Mogol.

Baca Juga :  Gunung Merapi Makin Menggembung

Kalitengah Lor berjarak 5 kilometer dari kawah, yang artinya masih radius berbahaya. Dari Balai Desa Glagaharjo, jarak dusun itu sekitar 6 kilometer.

Dengan jalan menanjak berkelok khas pegunungan dan lebar jalan tidak lebih dari 4 meter. Setelah hampir 15 menit, tibalah di Dusun Kalitengah Kidul.

Saat bertanya ke warga di arah lokasi Dusun Kalitengah Lor, sejumlah warga menunjuk ke atas. ”Masih ke atas, Mas,” tutur warga pemilik toko kelontong.

Lima menit kemudian, tibalah di sebuah jalan bercabang dengan dua gapura yang menyambung. Gapura di sebelah kanan bertulisan Dusun Kalitengah Lor dan gapura di sebelah kiri bertulisan Kawasan Bukit Klangon. Di sekitar gapura itu tidak terlihat adanya rumah warga.

Barulah tampak beberapa rumah warga setelah naik beberapa ratus meter. Tepat di sebuah pertigaan terdapat semacam pos yang terdapat sejumlah warga tengah mengobrol.

Ada lima lelaki di pos itu. Namun, mereka enggan menjawab mengapa mau mengambil risiko bertahan di dusun.

”Maaf Mas, mangke klenta-klentu (Maaf Mas, saya takut salah ngomong, Red),” ujar salah seorang di antaranya.

Salah seorang di antara mereka lalu mengarahkan agar Jawa Pos ke atas dan mencari pos pantau. ”Mangke wonten pendopo, teng riku biasa komentar (nanti ada pendapa, di situ nanti ada yang biasa kasih komentar),” tuturnya.

Baca Juga :  Posko Pengungsian Gunung Merapi Berutang Tripleks dan Sewa Genset

Pendapa yang dicari tak ketemu, malah sampai ke dusun di sisi Merapi yang masuk wilayah Klaten. Lalu, apakah ada kejadian ternak yang hilang atau rumah yang kecurian sejauh ini?

Baca juga: Pesan Mitigasi Diselipkan sembari Bikin Layangan

Mogol mengaku tidak ada. Namun, tetap perlu untuk berjaga-jaga. ”Ternak juga sudah tidak ada, sudah dijual,” jelasnya.

Menurut dia, dirinya dan beberapa pemuda masih berada di dusun karena masih aman. Memang Gunung Merapi sudah beraktivitas. ”Tapi belum menonjol,” tuturnya.

Jarak rumah tersebut dengan puncak, kata Mogol, sekitar 4,2 km. ’’Suara gemuruh dari kawah kedengaran dari sini,” ungkapnya.

Untuk Nanti Wiyono, karena usianya termasuk lansia, kalau sudah sore akan kembali ke pengungsian di Balerante. ”Sebenarnya bosen juga (di pengungsian),” jelasnya.

Kalau di ’’atap” Merapi saja masih ada warga yang bertahan, yang berada di luar radius berbahaya malah beraktivitas seperti biasa. Seperti yang terjadi di Pasar Butuh, Cangkringan, Sleman, yang berjarak 12 km dari puncak. Kemarin warga masih tumplek bleg untuk beraktivitas jual beli.

Comment