Agrowisata D’Ganjaran, Tanah Kas Desa yang Berubah Jadi Tempat Wisata

Agrowisata D’Ganjaran yang dikelola badan usaha milik desa (BUMDes) belum lama diresmikan. Tempatnya juga tak jauh dari Surabaya. Tak hanya sebagai sarana hiburan, agrowisata tersebut juga menjadi sarana terapi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

MAYA APRILIANI, Sidoarjo

MINGGU siang (15/11) terik matahari begitu menyengat kulit. Tapi, sinar mentari yang mulai meninggi itu tak membuat warga beranjak dari Agrowisata D’Ganjaran. Semakin siang, pengunjung tempat wisata di Jalan Reformasi Sambisari No 1, Desa Sambibulu, Kecamatan Taman, Sidoarjo, itu makin banyak.

Mulai anak kecil, remaja, hingga orang dewasa. Untuk mengunjungi tempat tersebut, warga tidak perlu membeli tiket. Mereka hanya membayar jasa parkir. Jika ingin bermain di wahana agrowisata, mereka tinggal membeli koin.

Koin yang disediakan cukup unik. Bukan dari logam. Tapi, terbuat dari kayu. Bentuknya bulat. Diameternya sekitar 5 sentimeter. Koin itu sudah modern.

Sebelum ada koin kayu, koin yang digunakan sebagai bukti seseorang bisa bermain di wahana terbuat dari tanah liat. Berbentuk bulat. Biasa disebut kreweng.

Koin tradisional itu tidak bisa selamanya digunakan karena tidak awet. Koin sering pecah sehingga diganti dengan yang berbahan kayu. Di bagian tengah, ada logo milik agrowisata.

Di wahana wisata desa itu, permainan yang tersedia masih terbatas. Terdiri atas flying fox, perahu bebek, sepeda air, perahu mini, dan mandi bola. Untuk flying fox, diperlukan dua koin. Permainan lain hanya perlu satu koin. ”Satu koin harganya Rp 5 ribu,” kata Septyan Sisca, salah seorang kru agrowisata.

Para pengunjung dapat membeli koin dalam jumlah banyak sekaligus. Meski tidak dipakai semua, koin yang tidak digunakan untuk bermain dapat ditukar kembali dengan uang.

Wahana di agrowisata yang paling ramai adalah perahu bebek dan sepeda air. Warga rela antre untuk bisa menikmati wahana tersebut. Saat hari libur, antrean cukup panjang.

Mereka yang ingin menikmati wahana tersebut harus mendaftar. Sebelum naik perahu bebek atau sepeda air, warga diwajibkan menggunakan pelampung. Mereka bisa menikmati permainan itu selama 10 menit.

Bagi yang waktu bermainnya sudah habis, kru agrowisata memanggil nama mereka untuk segera menepi. ”Ada petugas khusus untuk mencatat waktu warga yang bermain,” lanjut Sisca.

Petugas tersebut dituntut untuk jeli. Mereka juga diminta untuk mengamati warga yang sedang bermain bersama kru lain. Sebab, permainan dilakukan di atas kolam. Seluas 40 x 50 meter persegi. Di dalam kolam itu juga terdapat ikan. Tapi, dilarang untuk diambil ataupun dipancing. Ikan sekadar sarana hiburan. Warga juga dapat memilih kegiatan memberi makan ikan di kolam yang lebar tersebut.

Baca Juga :  Kapolri Minta Jajarannya Jaga Netralitas pada Pilkada Serentak 2020

Ratna Mufida, kru kolam besar, mengakui bahwa menjalankan tugas mengawasi warga yang bermain di kolam tidak mudah. Terlebih menghitung lamanya waktu mereka bermain. Petugas harus benar-benar teliti. Jika ada yang sudah habis waktunya, Ratna segera memanggil mereka. ”Nandita sudah selesai (main sepeda air),” teriak Ratna dengan pengeras yang berada di salah satu sudut bibirnya.

Nandita yang mendengar namanya dipanggil langsung menepi sambil mengayuh sepeda air. Tubuh mungilnya mampu membawa sepeda hingga sampai tengah kolam besar. Saat turun dari sepeda, dia tidak tampak kelelahan. Rupanya, bocah 11 tahun itu sudah biasa mengayuh sepeda air di kolam tersebut. ”Sudah tiga kali,” ucap siswi kelas V sekolah dasar (SD) itu terus terang.

Menurut dia, permainan tersebut mengasyikkan. Sering kali saat libur, bocah yang tinggal di wilayah Taman itu datang ke agrowisata bersama keluarga.

Agrowisata tersebut diresmikan pada 12 September. Mulai dibuka untuk umum pada 13 September. Sejak dibuka, pengunjung selalu banyak. Menjadi salah satu tempat hiburan incaran warga. Tidak hanya warga di Kecamatan Taman, tapi juga luar wilayah tersebut hingga luar Sidoarjo.

Dalam sepekan, dioperasikan tiga hari. Yakni, pada Jumat dan Sabtu buka mulai pukul 16.00 hingga pukul 21.00. Khusus Minggu mulai pukul 07.00 sampai 21.00. Saat hari libur nasional, agrowisata juga buka dengan jam operasional seperti Minggu. Tak hanya buka lebih pagi, saat Minggu ada juga Pasar Minggu. Puluhan pedagang berjejer di pinggir jalan yang berdekatan dengan agrowisata.

Kepala Desa Sambibulu Basori menyatakan, agrowisata tersebut tidak hanya digunakan sebagai sarana rekreasi keluarga. Tempat itu juga dimanfaatkan untuk terapi warga yang masuk kategori ODGJ.

Mereka yang sudah tidak lagi mengalami gangguan berat bisa bergabung di agrowisata. Pasien yang masih menjalani pengobatan, tapi sudah bisa hidup layaknya orang normal diberi kesempatan untuk berbaur dengan warga. Mereka dapat bekerja di sana.

Berjualan makanan atau menjadi tenaga kebersihan. Misalnya, Sugeng (nama samaran) yang dipercaya untuk mengembangkan kemampuan berwisausaha di agrowisata. ”Bisa berjualan, dapat komunikasi dengan lancar. Kondisinya sudah bagus,” kata Basori.

  • Baca Juga: Berkat Aplikasi Curhat, Masuk Daftar 30 Under 30 Forbes Indonesia
Baca Juga :  Ciptakan SDM Siap Pakai, Gubernur Kalbar Dorong Program Merdeka Belajar Diterapkan di Sekolah-sekolah

Penampilan Sugeng memang seperti warga lainnya. Dandanannya rapi. Mengenakan celana panjang, kaus biru yang menandakan kru, dan topi. Saat melayani pembeli, dia begitu ramah. Senyum sering mengembang di bibirnya. Dengan telaten, dia memenuhi permintaan warga yang membeli dagangannya. Dia mengaku senang berjualan di agrowisata tersebut. ”Dulu jualannya keliling di sekolah atau tempat keramaian,” kata pria 27 tahun itu. Sekarang dia sudah memiliki tempat tetap untuk mangkal.

Menurut Basori, warga yang memiliki masalah dalam mental harus dibina. Tidak dikucilkan agar mereka bisa hidup seperti warga lainnya. Bahkan, Basori menyatakan selama ini aktif menjalankan program dari pemerintah. Melalui pembinaan posyandu jiwa bagi ODGJ. Program tersebut terselenggara berkat kepedulian Puskesmas Trosobo. Program itu berlangsung setiap bulan. Pada Kamis minggu keempat.

  • Baca Juga: Biar Kekinian, Poedianto Ajarkan Kosakata Jawa lewat Lagu

Ada 24 ODGJ yang terdaftar. Tapi, yang aktif menjalani terapi pengobatan berjumlah 14 ODGJ. ”ODGJ butuh komunikasi dengan kami. Mereka butuh kepedulian dan dukungan,” lanjut Basori.

Basori menyatakan, agrowisata tersebut dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sambi Madu. Akronim dari kata Sambibulu Maju dan Unggul. Tempat tersebut dulu merupakan lahan persawahan milik desa yang tidak berfungsi. BUMDes memiliki tanah kas desa seluas 5 hektare. Selain agrowisata, seluas 1,5 hektare lahan digunakan untuk kolam pembesaran dan pemancingan ikan. Kolam tersebut juga dibuka untuk umum.

  • Baca Juga: Anak Saya Jadi Pendiam, Ra Kendel Bermain

Basori mengatakan, agrowisata tersebut bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Mereka yang awalnya tidak memiliki pekerjaan bisa berdagang. Sehingga pendapatan warga meningkat. Terlebih setiap hari pengunjung juga makin banyak. Pemasukan kala kunjungan ramai bisa mencapai Rp 8 juta. Saat sepi, Rp 3,5 juta per hari.

Demi meningkatkan pendapatan, agrowisata tersebut bakal terus dikembangkan. Tempat itu bisa disewa untuk berbagai kegiatan. Termasuk tempat untuk pernikahan. ”Sudah ada yang menyewa untuk menikah. Konsepnya outdoor,” ujar laki-laki 54 tahun tersebut. Selain itu, pengembangan wisata akan dilakukan dengan membuat kolam renang terbuka.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment