KPK Ungkap Butuh Uang Rp 65 Miliar untuk Menang Pilkada

KalbarOnline.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango, meminta para calon kepala daerah (cakada) dan penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, untuk melaksanakan proses yang berintegritas dan membangun tata kelola pemerintahan yang baik ketika terpilih. Hal ini disampaikan Nawawi dalam pembekalan cakada Provinsi Bangka Belitung, Daerah Istimewa (DI) Jogjakarta, Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Sulawesi Selatan (Sulsel).

Menurut Nawawi, penyelenggaraan pilkada berintegritas sangat penting. Karena jika terpilih sebagai kepala daerah kewenangannya sangat tinggi.

“Pilkada berintegritas perlu, karena luasnya kewenangan kepala daerah di wilayahnya. Otoritas perizinan adalah salah satunya,” kata Nawawi dalam keterangannya, Rabu (18/11).

Baca Juga :  KPK Tetapkan Bupati Penajam Paser Utara Tersangka, Bakal Telusuri Aliran Dana Suap ke PD

Pimpinan KPK berlatar belakang Hakim ini tak memungkiri, banyaknya unsur kepala daerah yang terjerat korupsi. Nawawi menyebut, berdasarkan data KPK sampai Juli 2020, sudah 21 Gubernur dan 122 Bupati/Wali Kota maupun wakilnya terjerat tindak pidana korupsi oleh KPK.

“Juga masih masifnya politik uang. Biaya Pilkada mahal, dibutuhkan dana antara 5 sampai Rp 10 miliar, sementara untuk menang rata-rata dibutuhkan uang hingga Rp 65 miliar,” ujar Nawawi.

Nawawi lantas membeberkan modus kepala daerah dalam melakukan korupsi. Dia membeberkan, modus korupsi tersebut diantaranya suap dan gratifikasi dalam pemberian izin, jual beli jabatan dalam proses mutasi atau promosi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kickback dalam pengadaan barang dan jasa.

Baca Juga :  KPU Kembalikan Berkas Pendaftaran Paslon Eriyanto Harun-Mateus Yudi

Baca juga: Bawaslu: Pemilih Pemula Rentan jadi Sasaran Politik Uang

“Korupsi kepala daerah berkaitan erat dengan keharusan balas jasa atas dukungan dana dari donatur, sejak proses pencalonan, kampanye, sampai pemungutan suara,” cetus Nawawi.

Nawawi tak memungkiri, sumbangan pencalonan kepala daerah kebanyakan dari pengusaha. Sehingga menimbulkan rasa pamrih antara kepala daerah dengan pengusaha.

“Mempunyai konsekuensi pamrih untuk mendapatkan kemudahan perizinan dalam menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah dan keamanan dalam menjalankan bisnisnya,” pungkas Nawawi.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment