Posko Pengungsian Gunung Merapi Berutang Tripleks dan Sewa Genset

KalbarOnline.com − Jumarno menengok ke arah teman-temannya. Suryono yang akhirnya menyahut, ’’Kalau tripleks yang utang itu jumlahnya 38 lembar dikali tiga. Ya, 87 lembar.”

“Harganya?” tanya Jawa Pos lagi. Kali ini ganti Suryono, salah seorang pamong Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, yang bertanya kepada beberapa orang yang meriung di dekatnya.

Beberapa di antaranya mengaku membeli tripleks untuk penyekat bilik per lembar sekitar Rp 50 ribu. ’’Jadi, kira-kira lebih dari Rp 2 juta utangnya. Toko besi di sekitar Klakah yang diutangi,” tuturnya.

Jawa Pos kemarin mengunjungi dua posko pengungsian Merapi: di Desa Gantang, Magelang, dan Desa Klakah, Boyolali. Jarak antara kedua posko di Jawa Tengah itu sekitar 15 kilometer.

Di Gantang ternyata belum ada pengungsi. Belum ada pula tempat khusus pengungsian yang sudah berdiri. Hanya di balai desa Jawa Pos menemukan tulisan ’’base camp BPBD’’.

ANTISIPASI MERAPI: Sejumlah bocah bermain di Posko Pengungsian Desa Klakah, Kecamatan Selo, Boyolali, dengan latar belakang Gunung Merapi kemarin (15/11). (ILHAM DWI R/JAWA POS)

Sedangkan di Klakah sudah ada. Tapi, kata Jumarno, koordinator posko, tidak punya anggaran. Yang biasanya dilakukan adalah tim meminta berbagai keperluan ke kepala desa. ”Kami tidak ada anggaran dalam bentuk tunai,” paparnya.

Bila posko membutuhkan sesuatu, semua akan di mintakan ke kepala desa. Namun, dengan begitu, tentu banyak yang belum terpenuhi. Misal nya, pembelian tripleks untuk penyekat bilik. ”Kami utang ke toko besi untuk tripleks itu,” paparnya.

Baca Juga :  KPK Imbau Cakada Laporkan LHKPN Sebagai Syarat Pilkada

Bukan hanya tripleks penyekat, sewa genset, bahan bakar untuk operasional, beras, dan kopi juga sebagian ada yang masih utang. Menurut dia, memang pemerintah telah membantu logistik, tapi baru sebagian. ”Kalau untuk diberi anggaran, saya sebagai Kaur (kepala urusan) desa tidak mengetahuinya,” ujar Suryono.

Jumarno menuturkan bahwa utang posko untuk berbagai keperluan lebih dari Rp 4 juta. Siapa yang akan membayar utang tersebut, dia tidak mengetahuinya.

Lalu, apakah sudah ada yang menagih? ’’Sudah semalam (Sabtu malam, 14/11) kemarin,” kata Jumarno.

Mendengar pertanyaan siapa yang akan membayar utang itu, Kaur Suryono menyebut kemungkinan badan penanggulangan bencana daerah (BPBD). ”Itu masih rencananya ya,” ujarnya singkat.

Jawa Pos berusaha mengonfirmasi Kepala BPBD Jawa Tengah Safrudin secara terpisah tadi malam. Safrudin menyatakan bahwa sebelumnya dia di lokasi pengungsian. ’’Kemarin (Sabtu lalu) saya ke Klakah dan Tlogolele bersama Kalaksa BPBD Boyolali dan hari ini (kemarin) saya ke Magelang ketemu dengan Kalaksa BPBD Magelang tidak mendengar masalah itu,’’ tuturnya melalui pesan singkat.

Baca Juga :  KNKT Behasil Unduh 330 Data pada FDR Pesawat Sriwijaya Air SJ-182

Ada 126 pengungsi di Klakah dari Dusun Bakalan dan Sumber plus sekitar 50 sampai 80 anggota tim posko dan relawan. Saat siang, warga pulang ke rumah di Dusun Sumber yang jaraknya 3 kilometer untuk menjaga ternak dan sawah.

Baca juga: BNPB Ingatkan Protokol Kesehatan di Pengungsian

”Ada yang pulang sendiri dan ada pula yang harus diantar. Karena itu, anggaran bahan bakar itu penting,” jelas Jumarno.

Tidak hanya kekurangan anggaran, posko di Desa Klakah juga hanya memiliki dua toilet. Padahal, jumlah warga pengungsinya mencapai sekitar 130 orang dan ditambah dengan relawannya bisa mencapai 180 hingga 200 orang.

”Ya akhirnya pengungsi banyak yang pinjam toilet ke rumah warga sekitar posko.” Dia berharap posko tersebut mendapatkan toilet jalan. Dengan begitu, pengungsi dan relawan tidak antre atau malah merepotkan warga sekitar. ”Lalu, matras juga cuma ada 80. Kasur busa hanya 10, kurang 70-an kasur busa,” katanya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment