Usai Dibebaskan, Buruh Migran Indonesia Tuntut Kompensasi Rp 760 Juta

KalbarOnline.com – Kasus buruh atau pekerja migran Indonesia asal Nganjuk, Parti Liyani, kini memasuki babak baru. Parti menjadi sorotan karena akhirnya dibebaskan dari dakwaan pencurian. Setelah dibebaskan dari hukuman, dia meminta Pengadilan Tinggi kompensasi atas kasus tersebut, Selasa (27/10). Parti memperkirakan kerugian yang dia alami sekitar SGD 71 ribu atau setara Rp 760 juta.

Seperti diketahui, Parti dihukum pada Maret tahun lalu di Pengadilan Negara karena dituduh mencuri barang senilai SGD 34 ribu di rumah majikannya, mantan Ketua Grup Bandara Changi, Liew Mun Leong. Saat itu dia bekerja untuk mereka sebagai pembantu rumah tangga. Hukuman itu akhirnya dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi pada 4 September 2020, dan Parti dibebaskan dari semua tuduhan pencurian.

Pengacara Parti, Anil Balchandani, mengatakan kepada Hakim Chan Seng Onn bahwa awalnya pihaknya berencana untuk mendekati Liew dan keluarganya secara langsung untuk mendapatkan kompensasi. Namun, berdasar informasi terakhir, majikannya sudah menganggur. Liew ternyata sudah tak lagi menjabat sebagai Ketua Grup Bandara Changi. Berdasar itu, Balchandani meminta perintah kompensasi dari pengadilan.

Baca Juga :  Gubernur Sutarmidji Minta Data Valid Pekerja Migran dari Lini Terkecil

Berdasar KUHAP, jika seorang tertuduh dibebaskan dari tuduhan apapun atas pelanggaran apapun, dan jika terbukti bahwa penuntutan itu sembrono, pengadilan dapat memerintahkan penuntut atau pengadu atau orang yang informasinya dituntut untuk membayar kompensasi kepada tertuduh sejumlah tidak melebihi SGD 10 ribu.
Lantas, kenapa Parti bisa sampai menuntut ganti rugi senilai Rp 760 juta melebihi dari batasan?

Balchandani menunjuk pada kerugian gaji Parti sekitar SGD 41 ribu selama sekitar empat tahun antara Oktober 2016 hingga Oktober 2020. Angka tersebut berasal dari gaji SGD 750 atau setara Rp 8 juta per bulan sebagai PRT dengan pengalaman 20 tahun.

Angka tuntutan itu juga termasuk biaya akomodasi yang dikeluarkan oleh Organisasi Kemanusiaan untuk Ekonomi Migrasi (HOME), yang memberikan perlindungan kepada Parti setelah dia diberhentikan. Hakim Chan menegaskan jumlah maksimal yang dapat dikompensasi Parti adalah SGD 10 ribu. Dan mempertanyakan apakah biaya akomodasi dapat diklaim jika HOME secara sukarela menampung Parti.

Baca Juga :  Menteri Keuangan Australia Sebut Penutupan Perbatasan Terlalu Kejam

Hakim mendesak kedua belah pihak untuk beralih pada mediasi pihak ketiga, dengan kompensasi eksternal yang diberikan di luar pengadilan. Di satu sisi, Balchandani dan Kejaksaan Agung (AGC) telah mencoba merundingkan masalah ini tetapi gagal mencapai kata sepakat.

“Anda tahu, ada banyak pertimbangan dalam kasus ini,” kata Hakim Chan seperti dilansir dari Channel News Asia, Rabu (28/10).

Sidang singkat dihadiri oleh Wakil Jaksa Penuntut Umum Mohamed Faizal Mohamed Abdul Kadir dan Sarah Siaw, dengan Penasihat Senior Faizal. Mereka mengatakan bahwa permohonan itu cukup menantang secara hukum dan faktual. Hakim mengirim kedua belah pihak kembali untuk mempertimbangkan mediasi pihak ketiga. Jika gagal, baik Balchandani dan jaksa penuntut akan kembali kemudian hari untuk melanjutkan argumen tentang perintah kompensasi.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment