Arab Saudi Gagal jadi Anggota Dewan HAM PBB, Rusia dan China Lolos

KalbarOnline.com – Arab Saudi harus rela tersingkir dalam upayanya menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa United Nations Human Rights Council (UNHRC) untuk masa jabatan tiga tahun kedepan. Sementara China, Rusia dan Kuba dipastikan lolos.

Rusia dan Kuba tampil tanpa lawan dalam pemilihan Majelis Umum PBB. Arab Saudi dan China bersaing untuk keanggotaan dalam perlombaan lima negara untuk memperebutkan empat tempat bersama Pakistan, Uzbekistan, dan Nepal.

Pakistan menerima 169 suara, Uzbekistan 164, Nepal 150, Cina 139 dan Arab Saudi 90 suara, sekaligus mengakhiri upaya Riyadh untuk kembali menjadi anggota badan hak asasi manusia PBB. Secara keseluruhan, ada 15 negara terpilih menjadi anggota dewan 47 negara pada hari Selasa.

Baca Juga :  Menlu Retno: PBB Harus Mampu Bantu Dunia Pastikan Distribusi Vaksin Untuk Semua

Human Rights Watch menggambarkan China dan Arab Saudi sebagai “dua pemerintah paling kejam di dunia”. Kelompok yang berbasis di New York itu juga menyebut banyak kejahatan perang dalam perang Suriah yang menjadikan Rusia kandidat yang sangat bermasalah.

UN Watch, salah satu kelompok yang menentang tiga negara itu menduduki Dewan HAM PBB, mengatakan pemilihan mereka bertentangan dengan apa yang mereka praktikkan.

“Memilih kediktatoran sebagai hakim-hakim PBB untuk masalah hak asasi manusia bagaikan menempatkan sekelompok penyulut api sebagai penanggung jawab di bagian pemadam kebakaran,” kata direktur eksekutif UN Watch, Hillel Neuer.

Baca Juga :  Salah Paham Sahal: Hak Asasi Manusia Memang Bertujuan “Melemahkan” Negara

Sejumlah ahli mengatakan, dengan terpilihnya sejumlah negara yang memiliki catatan kelam terhadap HAM, sistem masuk ke UNHRC saat ini sangat membutuhkan reformasi.

Kevin Jon Heller, profesor hukum internasional di Universitas Kopenhagen, berkata: “Tentu sangat disesalkan bahwa negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang begitu buruk dapat dipilih menjadi anggota dewan. Tapi itulah sifat birokrasi PBB yang berantakan.

“Tidak ada cara untuk menghindari jenis kesepakatan ruang belakang yang menghasilkan hasil seperti ini. Tidak ada bukti bahwa negara memperhitungkan catatan hak asasi manusia saat mereka memberikan suara,” katanya. [ind]

Sumber: Aljazeera

Comment