IMM Desak Jokowi Terbitkan Perppu Anulir UU Cipta Kerja

KalbarOnline.com – Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menyesalkan langkah Pemerintah dan DPR RI yang secara sepihak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Di tengah pandemi Covid-19, keputusan yang ditempuh DPR RI dinilai sangat tidak mewakili rakyat.

“Mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Perppu terkait UU Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR,” kata Ketua Umum Pimpinan Cabang IMM Jakarta Selatan, Salmah Fauziah dalam keterangannya, Kamis (8/10).

Salmah menuturkan, penyusunan UU Cipta Kerja dinilai tidak partisipatif dan bertentangan dengan azas keterbukaan. Sebab, dalam penyusunannya dipandang tidak mengakomodir perwakilan organisasi buruh, organisasi lingkungan hidup dan organisasi kerakyatan serta kelompok pemuda dan mahasiswa.

“Penyusunan UU ini juga bertentangan dengan asas keterbukaan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 5 poin G UU 12/2011. Sebab, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” cetus Salmah.

Salmah memandang, Undang-Undang sapu jagat tersebut juga tidak mendukung semangat perlindungan lingkungan hidup. Serta bertentangan dengan tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

Baca Juga :  Sapi Kurban Presiden Jokowi dari Kubu Raya, Sehat dan Berat

“Dalam UU ini langkah penyederhanaan perizinan yang dilakukan yaitu dengan menghapusnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai instrumen lingkungan hidup. Penghapusan AMDAL bertujuan agar mempermudah investasi, justru ini bertentangan dengan pembangunan berkelanjutan, karena hanya menempatkan pembangunan dalam perspektif jangka pendek, lebih mengarah pada eksploitasi bukan konservasi dan perlindungan,” beber Salmah.

Yang lebih miris, Salmah menyebut UU Cipta Kerja merupakan ancaman bagi pekerja maupun karyawan. Dia menyebut, pada Pasal 79 ayat 2 poin b dalam UU tersebut mempertegas bahwa istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Selain itu, UU ini juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun yang disebut dalam Pasal 79 ayat 5.

“Pengupahan Pasal 88 B UU Cipta Kerja yang mengatur tentang standar pengupahan berdasarkan waktu. Maksudnya adalah pengupahan yang diterapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil sehingga akan diberlakukan pehitungan upah per jam,” urai Salmah.

Baca Juga :  Server Kemenkes di Bandara Eror, Ombudsman Sebut Pemerintah Tak Serius

Salmah pun menegaskan, Omnibus Law belum mampu menjadi strategi untuk mengurai masalah regulasi di Indonesia. Karena sistem regulasi perundang-undangan di Indonesia membutuhkan regulasi pelaksana dan regulasi teknis implementasi suatu undang-undang.

“Belum lagi sistem pembentukan hukum di Indonesia yang tidak parlementer, melainkan pada kekuasaan legislatif yang membutuhkan persetujuan bersama dari eksekutif,” tegas Salmah.

Oleh karena itu, Salmah menegaskan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menganulir Undang-Undang Cipta Kerja. Sebab unsur kegentingan memaksa pun telah terpenuhi, lantaran situasi pandemi Covid-19.

“Mendesak Presiden Joko Widodo memberikan sikap tegas untuk menuntaskan segera pandemi Covid-19, dan senantiasa mengambil keputusan yang berpihak pada kepentingan rakyat,” pungkasnya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment