Rangkaian Produk Omnibus Law Dinilai Satu Paket dari Revisi UU KPK

KalbarOnline.com – Rancangan Undang-Undang Omnibus Law tentang Cipta Kerja telah sah menjadi Undang-Undang, dalam rapat paripurna yang berlangsung di Gedung DPR RI, pada Senin (5/10). RUU Cipta Kerja tersebut terkesan cepat disahkan, seharusnya di agendakan pengesahan aturan tersebut baru di paripurna pada Kamis (8/10).

Sekretaris Nasional PILNET Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menyesalkan pengesahan RUU Cipta Kerja oleh Pemerintah bersama DPR RI. Erwin menilai, UU Cipta Kerja yang baru disahkan itu satu paket dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), atau revisi UU KPK.

“Saya melihat serangkaian kebijakan revisi UU MK, KPK, Omnimbus Law dan UU Minerba merupakan satu paket dari kebijakan politik hukum Jokowi yang berpikir ekonomi sebagai panglima,” kata Erwin kepada KalbarOnline.com, Senin (5/10).

Sebab pasca revisi UU KPK, kinerja lembaga antirasuah itu hingga kini belum juga menorehkan prestasi. Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama semester satu, KPK hanya menangani enam kasus.

Erwin memandang, jika melihat sejarah penekanan ekonomi tanpa didasari aturan hukum yang mengikat, maka akan menimbulkan dampak buruk. Tak menutup kemungkinan akan masif terjadinya praktik korupsi.

Baca Juga :  Situasi Memanas, Pemerintah Keluarkan 7 Sikap Terkait Demo Omnibus Law

Baca juga: DPR Ngotot Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Demokrat Walk Out

“Belajar dari sejarah, penekanan ekonomi tanpa adanya rule of law, maka hanya menimbulkan ketimpangan dan praktik korupsi yang masif sebagaimana Orde Baru,” cetus Erwin.

Erwin menyebut, produk legislasi yang dihasilkan DPR RI banyak melukai hak-hal warga secara konstitusional. Terutama para pekerja atau kaum buruh.

“Karena kebijakan ini lebih berorientasi modal, bukan untuk memastikan perlindungan warga negara,” sesal Erwin.

Erwin menyebut, jalan satu-satunya untuk membatalkan Omnibus Law itu melalui pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menduga, akan banyak masyarakat mengajukan JR ke MK terkait Omnibus Law

“Tidak ada pilihan lain warga negara yang terperangkap legislasi oligarki ini selain ke MK,” tandasnya.

Sebelumnya, keputusan pengesahan Omnibus Law menjadi UU, setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pandangan pemerintah terkait RUU tersebut. Selesai menyampaikan pandangannya, pimpinan sidang paripurna Aziz Syamsuddin pun langsung mengesahkan RUU Ombibus Law Cipta Kerja menjadi UU.

Baca Juga :  Diklat Bidang Teknologi Informasi dari Kemenpora Semangati Pemuda

“Perlu kami sampaikan berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama maka sekali lagi saya memohon persetujuan di forum rapat paripurna ini bisa disepakati?,” tanya Aziz kepada anggota dewan yang hadir di Gedung DPR, Senin (5/10).

“Setuju,” jawab kompak anggota dewan.

Setelah para anggota dewan menyatakan persetujuannya untuk RUU tersebut disahkan menjadi UU, Aziz pun langsung mengetok palu.

Diketahui, DPR dan pemerintah menyepakati seluruh hasil pembahasan RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja. Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja pengambilan keputusan Tingkat I RUU Cipta Kerja yang diselenggarakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Sabtu (3/10) malam.

Setelah fraksi-fraksi DPR, pemerintah, dan DPD menyampaikan pandangan, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengetuk palu tanda persetujuan pengambilan keputusan Tingkat I RUU Cipta Kerja. Selanjutnya, RUU Cipta Kerja akan disahkan di rapat paripurna DPR.

Sementara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Partai Demokrat menolak RUU tersebut dan melakukan walk out terkait persetujuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment