Perhimpunan Dokter Tolak Peraturan Menkes tentang Layanan Radiologi

KalbarOnline.com – Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) menolak Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 24 tahun 2020 tentang pelayanan radiologi klinik.

Ketua MKKI Prof. Dr. dr David S Perdanakusuma, Sp.BP-RE(K) mengatakan, pihaknya mewakili Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) dan 15 Organisasi Profesi Kedokteran di Indonesia.

David menegaskan bahwa MKKI yang mewakili IDI dan 15 Organisasi Profesi Kedokteran di Indonesia menolak PMK Nomor 24 tahun 2020.

Menurut dia, PMK tersebut bisa membuat layanan kesehatan yang menggunakan layanan radiologi jadi terganggu.

“Kami menyayangkan munculnya Permenkes Nomor 24 tahun 2020 di tengah situasi pandemi ini, saat semua tenaga medis dan masyarakat sedang berjuang melawan Covid-19. Tak hanya dalam situasi yang tidak tepat, namun Peraturan Menkes itu juga akan memberikan dampak yang tidak baik pada berbagai hal,” tegas David S Perdanakusuma dalam keterangan tertulismnya, Senin (5/10).

Adapun sikap MKKI atas aturan tersebut sebagai berikut. Pertama, aturan itu akan memicu kekacauan dalam pelayanan kesehatan yang dampaknya pada masyarakat luas, yaitu berupa keterlambatan dan menurunnya kualitas pelayanan. Akibatnya, dapat menimbulkan peningkatan angka kesakitan dan kematian pasien termasuk kematian ibu dan anak (karena USG oleh dokter kebidanan tidak bisa lagi dilakukan).

Penilaian pembuluh darah jantung untuk pasien penyempitan pembuluh darah tidak bisa lagi dilakukan oleh dokter jantung. Tindakan USG dasar oleh dokter umum menjadi tidak bisa lagi. “Ini karena tidak mendapat kewenangan dari kolegium radiologi,” katanya.

Kemudian aturan itu dinilai mengganggu layanan sekurang-kurangnya 16 bidang medis pada masyarakat. Dengan aturan itu, kata dr David, masyarakat paling merasakan dampak dari Permenkes itu. Sebab, layanan yang semestinya dijalankan oleh 25 ribu dokter spesialis dari 15 bidang medis dan juga dokter umum, kini hanya akan dilayani oleh sekitar 1.578 radiolog.

Menurut MKKI, dampak itu bisa berkelanjutan pada pendidikan kedokteran baik spesialis maupun dokter. Akan ada perubahan dari standar pendidikan yang berlaku saat ini.

Sementara itu, akan diperlukan perubahan pula pada standar pendidikan radiologi terkait dengan pelayanan klinik yang meliputi diagnostik dan terapi. Kompetensi setiap bidang ditentukan oleh masing masing kolegium. Kompetensi dokter diatur oleh kolegium dan KKI bukan oleh peraturan menteri. Setidaknya 8.935 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) akan terdampak.

Baca Juga :  Angka Kesembuhan Covid-19 Makin Tinggi, Kuncinya Protokol 3M

“Terbitnya PMK ini memang berpotensi gesekan antar sejawat dokter. Padahal dalam situasi pandemi harus saling support. Karena kita tidak tahu pandemi ini sampai kapan, seluruh komunitas kesehatan harus saling support, termasuk support penuh pemerintah dan masyarakat,” tukasnya.

Maka MKKI mengeluarkan 3 pernyataan sikap sebagai berikut: 

1. Kondisi negeri kita yang tengah menghadapi pandemi Covid-19 dirasa sangat memerlukan kerja sama yang erat dan saling mendukung antar sesama teman sejawat profesi dokter dengan kompetensi masing-masing, namun dengan terbitnya Permenkes Nomor 24 Tahun 2020 (PMK 24/2020) yang mengutamakan teman sejawat spesialis radiologi dan mengesampingkan teman sejawat dokter lain baik dokter umum pada Pelayanan Radiologi Klinik Pratama maupun dokter spesialis pada Pelayanan Radiologi Klinik Madya, Utama dan Paripurna dalam pemanfaatan peralatan dengan modalitas radiasi pengion dan non pengion, dapat dipastikan akan menciptakan suasana tidak nyaman dan melemahnya kerja sama antar teman sejawat profesi dokter yang selama ini telah berjalan dengan baik yang pada akhirnya akan mengganggu kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas.

2. Kekacauan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas bahkan dapat dipastikan akan timbul apabila Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan Pelayanan Radiologi Klinik Madya, Utama maupun Paripurna, secara konsekuen menerapkan PMK 24/2020 dengan memberikan clinical privilege dan clinical appointment hanya kepada dokter spesialis radiologi yang selama ini telah diberikan dan dijalankan oleh dokter umum dan beberapa dokter spesialis, karena pasti akan terjadi defisit dokter yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan sekalipun PMK 24/2020 mengatur ketentuan peralihan untuk penyesuaian selama paling lambat 2 (dua) tahun.

3. Kami juga sangat prihatin dan menyayangkan sikap yang diambil oleh Bapak Menteri selaku profesional dokter spesialis radiologi yang lebih mengutamakan teman sejawat sesama spesialis radiologi pada pelayanan medis yang menggunakan peralatan dengan modalitas radiasi pengion dan non pengion ini, padahal teman sejawat dokter lain pun memiliki kompetensi dan kualifikasi terstandar baik dari segi knowledge, skill maupun kemampuan komunikasi dengan pasien yang kesemuanya itu telah berjalan sesuai dengan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan berbagai Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Baca Juga :  PGRI Sambut Baik Anggaran POP untuk Bantu Guru

“Berdasarkan pada pertimbangan di atas, maka dengan segala hormat kami mohon kepada Bapak Menteri untuk meninjau ulang PMK 24/2020 dan mencabutnya dalam waktu yang tidak terlalu lama,” tutup dr. David.

Dalam PMK yang diterima oleh KalbarOnline.com, disebutkan dalam Pasal 23 bahwa fasilitas pelayanan kesehatan yang akan menyelenggarakan pelayanan radiologi Klinik harus melakukan uji kesesuaian alat dan memiliki izin pemanfaatan sumber radiasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dalam kondisi pelayanan Radiologi Klinik sangat dibutuhkan, tenaga pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (9) dapat melakukan kegiatan pengujian untuk memastikan peralatan yang akan digunakan dalam Pelayanan Radiologi Klinik dalam kondisi andal pada saat digunakan sehingga aman bagi keselamatan radiasi pasien, tenaga di Fasilitas pelayanan Kesehatan, dan masyarakat. Kondisi Pelayanan Radiologi Klinik sangat dibutuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kondisi untuk penanganan kegawatdaruratan, penanganan bencana, dan kegiatan nasional/ internasional yang ditetapkan oleh pemerintah.

Hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan evaluasi oleh dokter spesialis radiologi. Dalam hal hasil evaluasi terhadap pengujian peralatan yang akan digunakan pada Pelayanan Radiologi Klinik dalam kondisi andal, Pelayanan Radiologi Klinik dapat diselenggarakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Lalu Pasal 24 menyebutkan pelayanan Radiologi Klinik dilakukan atas permintaan tertulis dengan keterangan klinis yang jelas dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis dan dokter subspesialis. Pelayanan Radiologi Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat.

Pelayanan Radiologi Klinik terhadap pasien rawat jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan di poliklinik, instalasi, atau ruangan yang memberikan Pelayanan Radiologi Klinik, Poliklinik, instalasi, atau ruangan yang memberikan Pelayanan Radiologi Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menerima pasien atas permintaan tertulis dari internal dan/atau eksternal Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Selain melalui permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelayanan Radiologi Klinik untuk diagnostik dapat dilakukan melalui teleradiologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment