Rawan Kecurangan dan Membahayakan, ICW Saran Pilkada Ditunda

KalbarOnline.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 mesti ditunda demi keselamatan warga dan menekan potensi kecurangan yang akan terjadi. Tercatat, hingga Jumat (2/10) jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 295.499 kasus.

“Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi yang semakin memburuk, akan menyebabkan berbagai dampak negatif,” kata peneliti ICW, Egi Primayogha dalam keterangannya, Jumat (2/10).

Egi menyebut, pelaksanaan pandemi Covid-19 di tengah pandemi Covid-19 akan mengancam kesehatan dan nyawa masyarakat. Terlebih, sejumlah aktivitas dalam proses Pilkada akan menimbulkan kerumunan orang, seperti proses kampanye yang melibatkan banyak orang.

“Begitu juga dengan perhitungan suara yang akan melibatkan cukup banyak pihak dalam prosesnya. Dengan begitu, maka risiko penularan akan semakin tinggi,” ujar Egi.

Selain itu, ICW memandang praktik kecurangan semakin rawan terjadi. Menurutnya, praktik-praktik politik uang ditengarai akan semakin marak di tengah kondisi pandemi. Sebab di tengah pandemi, kata Egi, banyak warga yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Permasalahan itu dialami oleh berbagai lapisan masyarakat.

Baca Juga :  100 Hari Kerja, Listyo Sigit Ditantang Usut Korupsi di Internalnya

“Bantuan sosial yang diberikan pemerintah juga tak selalu lancar. Kondisi itu dapat dimanfaatkan oleh para kandidat untuk melakukan praktik vote buying. Kandidat memberikan hal mendesak yang dibutuhkan warga guna mendapatkan suara. Politisasi bantuan sosial untuk kepentingan Pilkada juga akan marak, terutama dilakukan oleh petahana,” cetus Egi.

Pada sisi lain, Egi menyebut pandemi akan membatasi ruang gerak warga, sehingga pengawasan akan semakin melemah. Menurut, jika dipaksakan risiko penularan akan semakin tinggi.

Selain itu, partisipasi warga dalam memilih juga akan menurun. Dia menduga, kemungkinan besar masyarakat enggan untuk berpartisipasi karena besarnya risiko penularan.

“Ikut hadir di bilik suara dengan protokol kesehatan sekalipun, tetap tidak mengurangi resiko dan ancaman kesehatan dan nyawa mereka. Rendahnya partisipasi warga akan menurunkan kualitas dari pilkada itu sendiri, sekaligus mencerminkan terdapat permasalahan di balik prosesnya,” cetus Egi.

Baca Juga :  PPATK Bantu KPK Telusuri Pihak Lain yang Terlibat Kasus Suap Bansos

Egi menyebut, jalan untuk menunda Pilkada sangat terbuka lebar. Hal ini dijelaskan pada Pasal 201A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 bahwa Pilkada dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila pandemi Covid-19 belum berakhir.

“Keputusan untuk tetap melaksanakan Pilkada juga menjadi janggal apabila melihat pemilihan kepala desa (pilkades) yang diputuskan untuk ditunda dengan alasan keselamatan warga, sementara pilkada tetap dijalankan,” sesal Egi.

Kuat diduga, sambung Egi, terdapat kepentingan lain di balik keputusan tersebut. Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa Pilkada merupakan ajang transaksi kepentingan bagi para cukong.

“Bahkan Menteri Koordinator Hukum dan HAM, Mahfud MD mensinyalir 92 persen calon kepala daerah disokong oleh para cukong. Para cukong ini akan mendapatkan keuntungan ekonomi-politik berlipat-lipat saat calonnya menang dalam kontestasi Pilkada nanti,” pungkasnya.

Comment