Mekanisme Hukum Tak Sinkron, Yasir Anshari-Budi Mateus Mengadu ke DKPP

Mekanisme Hukum Tak Sinkron, Yasir Anshari-Budi Mateus Mengadu ke DKPP

KalbarOnline, Politik – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta menolak gugatan yang dilayangkan oleh Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Perseorangan Kabupaten Ketapang, Yasir Anshari-Budi Mateus dalam Pilkada 2020.

Gugatan untuk KPU Ketapang ini tidak dapat diterima PTTUN karena alasan objek sengketa bukan berupa keputusan KPU tapi hanya berupa berita acara. Putusan majelis hakim ini juga untuk sengketa Pilkada di Kabupaten Sangata. Isi putusannya pun sama. Tidak dapat diterima dengan alasan yang sama.

Kuasa Hukum Bapaslon Perseorangan Kabupaten Ketapang Yasir Anshari-Budi Mateus dalam Pilkada serentak 2020, Andi Syafrani berpendapat, putusan PTTUN Jakarta soal Bapaslon Perseorangan Yasir Anshari-Budi Mateus dalam Pilkada Ketapang 2020 ini membuat ketidakpastian hukum dan mengabaikan hak Bapaslon Perseorangan selamanya.

“Putusan ini juga masih membuat kekosongan hukum untuk perlindungan hukum Bakal Calon Perseorangan dalam Pilkada,” katanya kepada sejumlah wartawan, Minggu (20/9/2020).

Ia menjelaskan, Jumat 18 September 2020 kemarin merupakan sidang kedua, yakni perbaikan gugatan setelah adanya sidang pendahuluan pada dua hari sebelumnya. Pada pukul 13.30 Wib Jumat kemarin, perkara dengan Nomor 01/Pilkada/PTTUN DKI/2020 dengan agenda penyerahan perbaikan gugatan pun digelar.

Pada pukul 14.30 Wib, perkara diskor dan akan dilanjutkan langsung dengan agenda pembacaan sikap majelis hakim berupa putusan. Sekitar pukul 14.50 Wib, majelis hakim membuka skor dan langsung membacakan putusan.

“Pada intinya, putusan itu menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena alasan objek sengketa bukan berupa keputusan KPU tapi hanya berupa berita acara. Setelah sengketa Pilkada Ketapang, putusan berikutnya dibacakan untuk kasus Bapaslon dari Kabupaten Sangata. Isi putusannya pun sama, tidak dapat diterima dengan alasan yang sama,” jelasnya.

Menurut Andi, dari sinilah masalah hukum serius muncul. Bawaslu Kabupaten telah menerima, memberikan mekanisme hukum untuk kasus di mana Bapaslon Perseorangan yang dinyatakan dan diputus KPU tidak dapat melakukan pendaftaran melalui sengketa pemilihan melalui Perbawaslu No. 2 Tahun 2020.

Baca Juga :  Di Kalbar, Cak Imin Sebut Anggaran Dana Desa Perlu Ditambah Rp 5 M Tiap Desa

“Akan tetapi PTTUN tidak dapat menerima perkara ini,” imbuhnya.

Padahal, lanjut dia, ketentuan Pasal 153 dan 154 UU No. 10 Tahun 2016 jelas menegaskan kewenangan PTTUN sebagai mekanisme banding dalam kasus seperti ini.

“Artinya ada ketidaksinkronan mekanisme hukum. Dan ini asalnya adalah produk hukum KPU yang hanya berupa Berita Acara,” tukasnya.

Menurut pengacara legenda yang pernah mengukir sejarah Pilkada ulang di Tangsel ini, PTTUN berpegang pada Perma 11 Tahun 2016. Sedangkan perkembangan hukum sudah sangat dinamis dan maju. Bawaslu sudah melakukan perubahan terhadap produk hukumnya. MA masih tertinggal.

“Di sini terlihat belum adanya upaya kordinasi dalam mekanisme penyelesaian sengketa Pilkada antara KPU, Bawaslu dengan MA. Korbannya adalah Balaslon Perseorangan dalam Pilkada. Salah satunya adalah Yasir-Budi di Ketapang,” katanya.

Lebih jauh Andi menjelaskan, ketentuan dalam Pasal 153 dan 154 UU No 10/2016 sebagai dasar PTTUN dan MA berwenang mengadili perkara Pilkada tidak secara eksplisit menyebut objek sengketa harus berisi apa. Yang ditulis dalam pasal itu hanya berupa keputusan KPU.

Sedangkan KPU, untuk tahapan persyaratan dukungan hingga akhir, tidak mengeluarkan keputusan, tapi hanya berupa berita acara. Padahal berita acara terakhir itu memuat hal yang berisi hak, yaitu dapat atau tidak melakukan pendaftaran.

“Di sinilah letak persoalan hukum. Dan ini mengakibatkan terjadinya kehilangan hak bagi Bapaslon Perseorangan. Terlepas dari persoalan kekosongan atau ketidaksinkronan hukum tersebut yang telah berakibat merugikan Bapaslon Perseorangan dalam Pilkada, kami akan tetap memperjuangkan hak kami melalui hukum,” tegasnya.

Ia menerangkan, Senin 21 September 2020 nanti salinan putusan dari PTTUN baru dapat diambil. Setelah itu pihaknya, kata Andi, akan berusaha untuk mengajukan kasasi. Mengingat ini merupakan persoalan hukum yang serius, yang tidak hanya merugikan kliennya. Tapi juga semua Bapaslon Perseorangan dengan posisi yang sama.

“Selain itu sebagai upaya lainnya untuk mencari keadilan, kami juga akan mengajukan aduan ke DKPP karena alasan etik dan hukum yang membuat langkah kami Bapaslon Perseorangan terhambat,” tutup pria asal Pontianak ini.

Baca Juga :  Gubernur Sutarmidji Serahkan Bantuan ke Sejumlah KUB Desa Sungai Kupah

Sementara itu, Ketua KPU Ketapang Tedi Wahyudin belum dapat memberikan komentar terkait hasil sidang kedua ini. Upaya konfirmasi sudah dilakukan, namun yang bersangkutan belum merespon.

Akan tetapi, sebelumnya Tedi pernah menyatakan bahwa pihaknya akan siap hadir memenuhi panggilan Majelis Hakim PTTUN dalam sidang kedua tersebut.

Sebagaimana diketahui, langkah maju Bapaslon Perseorangan Yasir-Budi untuk mendaftar sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Ketapang pada Pilkada 2020 tertahan karena dianggap tidak bisa memenuhi jumlah syarat dukungan minimal oleh KPU Ketapang.

Bawaslu Kabupaten Ketapang pun kemudian pun telah menolak seluruh permohonan pemohon Bapaslon Perseorangan Yasir-Budi terhadap termohon KPU Ketapang. Putusan tersebut dibacakan setelah dilakukan beberapa tahapan dalam penyelesaian sengketa pemilihan oleh Majelis Musyawarah Bawaslu di Kantor Bawaslu Ketapang pada Sabtu (12/9/2020) lalu.

Terpisah, Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Usni Hasanuddin, menilai upaya sejumlah Bapaslon perseorangan di Pilkada 2020 yang mengajukan gugatan ke PTTUN layak diapresiasi dan dihormati. Upaya hukum itu sudah sesuai dengan regulasi yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Semua Bapaslon Perseorangan maupun Partai Politik yang terhambat di Pilkada 2020 memiliki hak untuk mengajukan gugatan ke PTTUN. Itu sah-sah saja,” kata Usni dalam keterangannya, Sabtu (19/9/2020).

Menurut Usni, upaya hukum melalui PTTUN itu menjadi hak setiap warga negara. Hal senada juga disampaikan anggota komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, terkait upaya sejumlah Bapaslon Perseorangan yang terhambat di Pilkada 2020. Seperti di Kabupaten Ketapang dan Bandar Lampung, yang mengajukan gugatan ke PTTUN.

“Kita layak menghargai upaya para bapaslon perseorangan yang menggunakan jalur hukum,” katanya.

Gugatan ke PTTUN, kata Zulfikar, menunjukkan bahwa Bapaslon percaya kepada sistem peradilan. Menurut Zulfikar, pengajuan gugatan ke PTTUN itu menjadi kesempatan terakhir untuk ikut Pilkada 2020.

“Salah satu pilar demokrasi ya lembaga peradilan. Sehingga sudah tepat langkah para Bapaslon Perseorangan yang terhambat di Pilkada,” tandasnya. (*)

Comment