Epidemiolog UI: 95 Persen Pasien Covid-19 Kritis di Jakata Meninggal

KalbarOnline.com – Tempat Pemakaman Umum (TPU) di Jakarta semakin menipis. Setiap hari kasus positif di Jakarta terus bertambah di atas seribu kasus. Jakarta juga menjadi provinsi kedua di Indonesia dengan angka kematian tertinggi setelah Jawa Timur. Ternyata penyebabnya adalah karena banyak pasien datang dalam kondisi berat atau kritis.

Pasien kondisi berat atau kritis tersebut disebut dengan istilah probable. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan, probable adalah pasien yang kondisinya berat dan parah infeksinya. Disertai kondisi ARDS Acute Respiratory Distress Syndrome atau ARDS atau gagal napas. Dan pasien meninggal yang klinisnya meyakinkan bahwa gejalanya mendekati Covid-19. Bisa diyakini dari gambar foto rontgen paru-paru atau darah misalnya. Dan pasien kategori ini belum terkonfirmasi PCR atau TCM.

  • Baca juga: Jakarta Darurat, 2 Pekan Sumbang Sepertiga Kasus Covid-19 Nasional
Baca Juga :  Pandemi Covid-19, Simpatisan Rizieq Shihab Diminta Tunda Reuni 212

Epidemiolog Universitas Indonesia dr. Syahrizal Syarif bahkan menyebutkan pasien probable di Jakarta 95 persen meninggal dunia. Dan banyak pasien meninggal tapi belum sempat diketahui hasil tes PCR spesimennya apakah positif atau tidak.

“Lihatnya probable saja. Jakarta itu probablenya berapa yang meninggal? Meninggalnya 95 persen coba,” katanya kepada KalbarOnline.com, Rabu (9/9).

Artinya, menurutnya kasus-kasus pasien kondisi berat menunggu terlalu lama. Mereka juga harus ‘berebut’ ruang ICU dengan pasien lainnya. Belum lagi, hasil spesimen dengan uji PCR terlalu lama diumumkan.

“Untuk hasil PCR-nya itu pasien probable menunggu terlalu lama. Kalau Nunggu itu dokter masih ragu-ragu, ini pasien mau diapain. Ini mau melakukan apa. Eh keburu meninggal gara-gara menunggu, itu problem,” jelasnya.

“Saya saja, dari minggu lalu PCR sampai hari ini 7 hari belum keluar hasilnya. Jakarta Pusat coba,” tambahnya.

Baca Juga :  Sisa 3 Hari, Korban Kerusuhan Ciracas Segera Lapor untuk Ganti Rugi

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun menyadari angka kematian semakin tinggi. Secara angka yang meninggal setiap hari. Apalagi lahan pemakaman semakin penuh. Pasien meninggal tak hanya didominasi mereka yang positif, tetapi mereka juga yang berstatus suspek dan probable.

“Bila diperhatikan di awal, kematian sempat tinggi, turun, datar, dan dalam 2 pekan terakhir tinggi kembali,” beber Anies dalam paparannya, Rabu (9/9) malam.

Berdasar itu, mulai 14 September 2020, DKI Jakarta menarik rem darurat. PSBB akan kembali dilakukan di titik nol seperti semula dimana bekerja, beribadah, dan sekolah dilakukan dari rumah. Restoran tak boleh makan di tempat, hanya dibawa pulang. Dan pusat perbelanjaan ditutup.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment