Tradisi Kawin Culik di Lombok Timur Picu Kenaikan Pernikahan Dini

KalbarOnline.com – Sudah sekian waktu berlalu, tapi Sri Pancarina masih menyesali benar keputusan lima siswinya yang memilih menikah dini.

Padahal, mereka baru saja menyelesaikan ujian ketika itu.

’’Hasil ujian belum keluar, mereka sudah menikah duluan,” kata Rina, sapaan akrab kepala SMPN 5 Selong, Lombok Timur (Lotim), Nusa Tenggara Barat, itu kepada Lombok Post kemarin (26/8).

Setiap tahun, lanjut Rina, memang ada siswinya yang memilih putus sekolah untuk menikah. Tapi, kejadian tersebut tidak sebanyak tahun ini.

Menurut dia, faktor proses belajar dari rumah selama pandemi Covid-19 memang sangat memengaruhi peningkatan kasus pernikahan anak di Lotim. ’’Ditambah lagi kurangnya pengawasan orang tua di rumah,” jelasnya.

Baca juga: Kalau Waktu Itu Sekolah, Pasti Tidak Ketemu Suami Saya Ini

Kasus pernikahan anak di Lotim melonjak tinggi selama pandemi Covid-19. Sampai Juli 2020, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur mencatat ada 15 kasus. Sebelas di antaranya terjadi pada Mei, Juni, dan Juli.

Itu pun hanya yang dilaporkan atau yang tercatat. Sangat mungkin yang terjadi di Lotim ini adalah fenomena gunung es. Yang tak terlaporkan malah lebih banyak.

Menurut Kepala Bidang Perlindungan Anak DP3AKB Lotim Hazrin, angka pernikahan dini tersebut meningkat secara signifikan sejak Mei lalu. ’’Ada lima kasus di bulan itu,” kata Hazrin.

Setiap tahun, kasus pernikahan anak di Lotim memang meningkat. Dalam rekapan Hazrin, sembilan kasus pernikahan anak terjadi pada 2018. Angka itu naik dua kali lipat pada 2019 menjadi 17 kasus.

Baca Juga :  2020, Mahkamah Agung Catat Putusan Perkara Terbanyak Sepanjang Sejarah

Tahun ini yang baru berjalan delapan bulan, jumlahnya sudah hampir menyamai tahun lalu. Terutama setelah diberlakukannya pembelajaran dari rumah.

’’Jika dianalisis, bisa saja peningkatan kasus ini terjadi sejak anak belajar di rumah selama pandemi Covid-19,” ujar Hazrin.

Anak yang memilih menikah dini itu rata-rata berusia 17 tahun. Ada juga yang berusia 14 tahun dengan pasangan 19 tahun.

Baca juga: Pernikahan Dini Picu Stunting, Singkong Bisa untuk Cegah Diabetes

Sekali lagi, kasus tersebut merupakan yang terlaporkan. Sedangkan yang terjadi di bawah tangan lainnya dipastikan lebih banyak. ’’Melihat rata-rata usianya, tentu tidak ada yang mendapat dispensasi. Semua selesai dengan proses agama,” jelasnya.

Artinya, mereka baru sebatas menikah secara agama. Sebab, secara negara, pernikahan hanya dilakukan dengan batas usia minimal 19 tahun.

Kepala DP3AKB Lotim Asrul Sani membenarkan bahwa kasus yang terlaporkan hanya sebagian kecil dari kasus pernikahan anak yang terjadi di Lotim. Dia menuturkan, berdasar data angka kelahiran menurut umur yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Lotim pada 2019, terdapat 289 ibu melahirkan yang berusia di bawah 20 tahun.

Artinya, jumlah kasus pernikahan anak pada tahun itu mencapai ratusan. ’’Apalagi tahun ini. Jumlahnya bisa mencapai ratusan juga,” kata Asrul.

Adat kawin culik dalam Suku Sasak memang menjadi salah satu faktor yang membuat pernikahan dini tak bisa dicegah. Karena secara psikologis, perempuan yang sudah dibawa lari oleh laki-laki ke rumahnya akan menjadi aib tersendiri jika dipulangkan atau dibatalkan proses pernikahannya.

Baca Juga :  Inter Pasrah Lepas Martinez ke Barcelona, tapi Ada Syaratnya

’’Jadi, rasanya sia-sia berbagai penyuluhan kepada siswa yang sudah kita lakukan selama ini,” terang Rina.

Fasilitator Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) Lotim Fauzan menerangkan, kasus buruh migran, perceraian, dan pernikahan dini merupakan satu mata rantai permasalahan sosial yang selama ini terjadi di Lotim. Dia menuturkan, sebagian besar anak yang melakukan pernikahan dini adalah keluarga pekerja migran Indonesia (PMI).

Terpisah, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA Lenny N. Rosalin membeberkan bahwa ada peran strategis perempuan di tingkat desa. ”Kami yakin perempuan-perempuan champions (pegiat perempuan andalan, Red) di desa masing-masing bakal mampu bergerak untuk mencegah perkawinan anak,” ujarnya.

Lenny menyatakan, ada 22 provinsi yang angka pernikahan dininya di atas angka nasional. Itu menurut survei BPS 2019 terhadap perempuan usia 20 sampai 24 tahun yang sudah menikah pada usia di bawah 18 tahun.

Secara nasional, angka pernikahan dini mencapai 10,82 persen. Jawa Timur menjadi salah satu provinsi yang pernikahan dininya di atas angka nasional. Sementara itu, DKI Jakarta dan Jogjakarta menjadi provinsi terendah angka pernikahan dininya.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment