Obat Covid-19 Unair, BIN, dan TNI AD Belum Valid, Boni: Jangan Dicibir

KalbarOnline.com – Obat Covid-19 temuan Tim Universitas Airlangga, TNI AD, dan BIN telah diapreasiasi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), meskipun
ada beberapa catatan masalah yang harus dikoreksi dan diteliti atau dikaji ulang oleh tim peneliti.

BPOM menyebutnya dengan istilah obat tersebut belum valid atau sahih. Namun, menurut Pengamat politik dari Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens, hal itu tetap harus diapreasisasi sebagai langkah inisiatif yang baik dari setiap elemen bangsa. Walupun, tidak sedikit suara yang mengkritisi penelitian itu. Umumnya, mereka menilai itu bukan penemuan tetapi peracikan.

“Saya prihatin dengan keadaan ini. Dalam konteks ini harusnya bersyukur, karena ada pihak yang berjuang mencari solusi di tengah kemelut pandemi yang membawa kerugian dalam banyak dimensi,” ujar Boni kepada wartawan, Kamis (20/8).

  • Baca Juga: BPOM Sebut Obat Covid-19 Belum Valid, Ini Respons BIN

Boni menuturkan, harusnya sebagai anak bangsa, apa yang sudah dilakukan Unair, BIN, dan TNI AD itu bentuk usaha yang harus dihargai. Karena mereka sudah berbuat sesuatu yang berguna untuk masyarakat pada saat banyak.

“Tidak penting apakah itu penemuan baru atau sebuah racikan, toh intinya itu kerja keras yang tujuannya untuk menyelamatkan masyarakat kita. Maka kita harusnya memberi hormat dan mengucap terimakasih bukan malah mencibir. Sebuah bangsa tidak bisa menjadi besar kalau masyarakatnya hanya bisa berbicara tanpa berbuat,” tambahnya.

Penelitian obat covid yang sukses dilakukan Unair, BIN, dan TNI AD adalah bukti kepedulian dan bagian dari komitmen moral untuk membantu bangsa dan negara.

Baca Juga :  Cegah Banjir dan Penyakit DBD, Koramil 1201-03/Mempawah Hilir Gelar Karya Bakti

“Mereka yang mencibir sebaiknya belajar dari Unair, BIN, dan TNI AD bahwa yang paling utama adalah tindakan konkrit untuk perubahan positif. Saatnya kita semua dituntut untuk lebih banyak bertindak daripada sekedar nyinyir,” ungkapnya.

Boni berharap apa yang dilakukan Unair, BIN, dan TNI AD terus didukung oleh semua elemen karena penelitian ini untuk kepentingan bangsa ini, semua,bahkan untuk kepentingan seluruh umat manusia di dunia.

Sebelumnya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya angkat bicara terkait kombinasi obat Covid-19 yang ditemukan peneliti Universitas Airlangga bersama BIN dan TNI AD.

BPOM mengungkapkan ada beberapa catatan masalah yang harus dikoreksi dan diteliti atau dikaji ulang oleh tim peneliti. BPOM menyebutnya dengan istilah obat tersebut belum valid atau sahih.

Kepala BPOM Penny Lukito menjelaskan pihaknya telah menerima hasil laporan penelitian uji klinis berdasarkan inspeksi atau monitoring yang dilakukan BPOM sejak 28 Juli. Maka tugas BPOM saat ini adalah me-review atau meninjau ulang hasil uji klinis terbaru dari peneliti.

“Sudah ada pertemuan dengan tim peneliti dan sponsornya dalam hal ini BIN dan TNI AD. Hasil ini akan kami review. Kami lakukan apresiasi, upaya dilakukan bersama Unair sebagai peneliti sebagai inisiator. Ini upaya bersama untuk menemukan obat dalam hadapi pandemi,” kata Penny kepada wartawan, Rabu (19/8).

Pada saat inspeksi atau monitoring per 28 Juli 2020 terkait 3 kombinasi obat Covid-19 yang dilakukan tim Unair, BPOM masih menemukan beberapa masalah atau gap. Baik itu temuan Critical Major (dampak validitas uji klinis dan hasil yang didapatkan), ataupun Minor.

Baca Juga :  Dikepung Asap Karhutla, Kualitas Udara di Ketapang Tidak Sehat

“Tanggal 28 Juli itu adalah inspeksi kami yang pertama ya. Pelaksanaan uji obat ini dimulai sejak tanggal 3 Juli untuk uji klinis. Dan selama inspeksi itu, BPOM menemukan Critical Finding atau Temuan Kritis,” tegasnya.

Untuk itu, BPOM memberikan catatannya pada peneliti untuk ditindaklanjuti saat itu. “Perlu ditindak lanjut lagi penelitiannya. Nah hari ini, tim peneliti sudah kembali menyampaikan kepada kami hasil dari respons atas monitoring atau inspeksi yang kami lakukan. Maka kami masih akan me-review lagi. Belum sampai ke sana (izin edar),” jelasnya.

Maka, Penny menegaskan status obat ini masih menunggu hasil review dari BPOM atas catatan-catatan dan temuan BPOM pada hasil monitoring. Karena pada dasarnya, catatan yang diberikan oleh BPOM harus diperbaiki peneliti. BPOM tak menjawab butuh waktu berapa lama untuk akhirnya bisa sampai kepada izin edar bisa dikeluarkan.

“Dari apa yang diserahkan ke kami, nanti akan dilihat lagi. Bukan masalah cepat-cepatan ya. Ya berusaha cepat memang penting. Tapi hasil harus menentukan validitasnya. Dan hasil yang diharapkan,” tegasnya.

Tugas dari BPOM, kata dia, adalah mendampingi vaksin atau obat yang diedarkan dan dipasarkan agar bermutu serta aman. Penny mengklaim komitmen BPOM dalam memberikan izin untuk percepat penanganan pandemi sudah ditunjukkan dengan pemberian izin emergency terhadap penggunaaan beberapa obat. Termasuk yang sekarang sudah digunakan sebagai terapi pasien Covid-19.

Comment