Bertemu KAMMI, Bamsoet Ajak Generasi Muda Wujudkan Visi Indonesia Emas

KalbarOnline.com – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kembali menegaskan soal visi Indonesia Emas 2045. Tahun di mana bangsa Indonesia akan memasuki usia 100 tahun kemerdekaan.

Harapan tersebut, kata politikus Golkar yang akrab disapa Bamsoet itu, tidak boleh menjadi pepesan kosong belaka. Melainkan perlu serius digapai oleh seluruh elemen bangsa.

“Masih ada 25 tahun lagi untuk mempersiapkan pencapaian visi Indonesia Emas 2045 yang didukung empat pilar utama, yaitu Pembangunan SDM dan Penguasaan Iptek, Perkembangan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Ketahanan Nasional dan Tatakelola Pemerintahan,” ujar Bamsoet saat menerima pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) periode 2019-2021, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu (19/8).

  • Baca Juga: Jazilul: Pemerintah Mesti Melakukan Terobosan dalam Bidang Pendidikan

Bamsoet juga menuturkan, Bappenas memrediksi, periode tahun 2030-2040 Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif berusia 15-64 tahun mencapai 64 persen atau sekitar 190 juta dari total penduduk yang diproyeksikan mencapai 297 juta jiwa.

“Karena itu, Pendidikan menjadi kunci utama agar bonus demografi tersebut menjadi berkah, bukan malah menjadi musibah dalam menggapai visi Indonesia Emas 2045,” ujar Bamsoet saat menerima pengurus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) periode 2019-2021, di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Rabu (19/8/20).

Baca Juga :  Medsos Bikin Musisi Ngehit, tapi Menaklukkan Jakarta Tetap Kunci

Pengurus KAMMI 2019-2021 yang hadir antara lain Ketua Umum Susanto Triyogo, Wakil Ketua Bidang Internal Deni Setiadi, Wakil Ketua Bidang Eksternal Jimmy Julian, Ketua Bidang Kebijakan Publik Abdul Salam, Ketua Bidang Humas Ali Hasibuan, dan Ketua Bidang Pembinaan Kader Rijal Muharam.

Mantan Ketua DPR RI ini juga menyoroti temuan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) pada tahun 2011 yang mengungkapkan 50 persen pelajar setuju tindakan radikal, 25 persen siswa bahkan menyatakan Pancasila tidak relevan lagi.

Di tahun 2017, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis survei terdapat 9,2 persen responden setuju NKRI diganti negara khilafah. Pada tahun 2019, Badan Intelijen Negara (BIN) menyatakan hampir seribu penduduk telah terpapar radikalisme, dengan kaum muda berusia 17-24 tahun berada di garis terdepan.

“Jika dibiarkan, kekuatan SDM yang menjadi modal utama mencapai visi Indonesia Emas 2045, malah akan hancur berantakan. Bukannya sukses dalam berbagai bidang, di tahun 2045 nanti kita malah masih akan disibukan dengan konflik sosial mengatasnamakan agama,” ujarnya.

Baca Juga :  Dubes Inggris Minta Warganya Tak Kunjungi Indonesia

Karenanya, lanjut Bamsoet, sejak sekarang ini para kaum muda Indonesia harus menyadari bahwa tindakan radikal dan ekstrim atas nama agama, bukanlah hal yang dibenarkan. Indonesia terlalu berharga untuk dijadikan sarana perang saudara sebagaimana yang terjadi di berbagai negara Timur Tengah.

Lebih lanjut, Bamsoet juga menambahkan, tantangan lain yang dihadapi kaum muda saat ini terkait sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19. Tak hanya Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai saat ini pendidikan di dunia mengalami disrupsi terbesar sepanjang sejarah, dengan 1,6 miliar pelajar dari 190 negara terkena dampaknya.

“PJJ membuat lahirnya masalah baru, yakni memperlebar ketimpangan akses terhadap pendidikan. Tak semua peserta didik memiliki akses terhadap internet. Jikapun memiliki akses, tak semua daerah memiliki sinyal telepon dan perangkat digital yang memadai,” tegasnya.

Masalah juga dimiliki bagi peserta didik yang bisa menerapkan PJJ, mereka belum tentu bisa belajar optimal karena kondisi tempat tinggal maupun lingkungan keluarga yang tak kondusif.

“Jika dibiarkan, bukan tak mungkin kita mengalami kehilangan satu generasi akibat pandemi,” pungkas Bamsoet.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment