Pekerja Hiburan Malam Anggap Pemerintah Kota Surabaya Diskriminatif

JawaPos.com–Ratusan pekerja hiburan malam, musisi, seniman, dan disc jockey (DJ) mendatangi Balai Kota Surabaya pada Senin (3/8), meminta Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mencabut Perwali No 33 Tahun 2020. Mereka menyoalkan peraturan jam malam dan penutupan tempat hiburan malam.

Dwibudi Dharma Arif, mewakili musisi Surabaya mengatakan, tuntutan mereka sekaligus meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat. ”Masyarakat ini kompleks. Harusnya pekerja hiburan lebih diperhatikan juga. Tempat kerja ditutup tapi tetap harus bayar BPJS dan lain sebagainya?” ujar Arif.

Menurut dia, pemerintah harus lebih memperhatikan peran hiburan yang mampu meningkatkan imunitas. ”Kalau imun naik, orang jadi nggak gampang terserang penyakit. Selama Covid, saya merasa pemerintah terlalu underestimate dengan dunia hiburan,” tutur Arif.

Baca Juga :  Diminta Turun dari Ketua KPK, Firli: Kita Ikuti Undang-Undang

Di sisi lain, Arif mengapresiasi kinerja Pemerintah Kota yang proaktif dengan membatasi jumlah pengunjung di berbagai tempat hiburan. Namun, Arif menyayangkan live music yang ditiadakan. ”Kami ingin berkontribusi untuk menurunkan jumlah penderita Covid-19 dengan menghibur. Kami ingin peraturan yang lebih memperhatikan dan merangkul musisi serta pekerja hiburan,” ungkap Arif.

Hal yang sama diutarakan oleh Arum, pekerja diskotik Escobar Surabaya. Arum menyayangkan pemerintah yang sekedar menutup klub malam tanpa ada solusi. ”Klub malam ditutup. Tapi nggak ada penyelesaiannya. Kalau dihitung-hitung sudah 5 bulan ini nggak ada pemasukan. Kebutuhan masih banyak,” keluh Arum.

Baca Juga :  Surabaya Tolak PSBB Jawa-Bali Selama 2 Pekan, Ini Respons Satgas Pusat

Arum berharap Perwali 33 Tahun 2020 dicabut. Atau setidaknya ada peraturan yang lebih memperhatikan pekerja hiburan malam. ”Misalnya, ada subsidi atau peraturan yang mengizinkan hiburan malam tetap buka dengan menerapkan protokol kesehatan,” tutur Arum.

Arum berharap Pemerintah Kota Surabaya tidak diskriminatif terhadap dunia hiburan dan seluruh aspeknya. ”Nggak cuma mal yang diurus sistemnya, tapi klub malam dan diskotik juga,” ungkap Arum.

Sampai saat ini, belum ada tanggapan dari pemkot tentang tuntutan para  pekerja hiburan malam, musisi, seniman, dan disc jockey (DJ) tersebut.

Saksikan video menarik berikut ini:

Comment