Benarkah Obat Anti-Malaria Bisa Atasi Virus Corona?

KalbarOnline.com – Kabar tentang para ilmuwan di Cina telah menemukan Gilead’s remdesivir dan chloroquine (obat malaria berusia 80 tahun) “sangat efektif” dalam studi laboratorium untuk menggagalkan virus coronavirus baru kembali mencuat.

Hasil penelitian ini dilaporkan dalam sebuah makalah di jurnal Cell Research. Ilmuwan Cina telah mengajukan permohonan paten baru pada obat eksperimental milik Gilead Sciences Inc. Mereka meyakini obat ini dapat memerangi virus corona baru COVID-19. Obat yang akan dipatenkan disebut remdesivir, sejenis obat antivirus baru dalam kelas analog nukleotida.

Dikutip dari reuters bulan lalu, obat anti-malaria Chloroquine Phosphate sedang diuji di 10 rumah sakit di China pada lebih dari 100 pasien. Hasil awal menunjukkan setidaknya memiliki beberapa manfaat pada pasien dengan pneumonia.

Sejauh ini, 11 pasien dengan pneumonia berat telah menujukkan peningkatan yang signifikan dengan pengobatan, tanpa efek samping yang parah.

Wakil kepala Pusat Nasional Pengembangan Bioteknologi di bawah Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sun Yanrong mengatakan, para ahli juga telah “dengan suara bulat” menyarankan Chloroquine. Bahwa obat tersebut dimasukkan dalam versi berikutnya dari pedoman pengobatan dan diterapkan dalam uji klinis yang lebih luas sesegera mungkin.

Baca Juga :  Hari Perempuan Internasional, Airin Minta Perempuan Wujudkan Kesetaraan

Sun mengatakan, chloroquine telah digunakan selama lebih dari 70 tahun, dipilih dari puluhan ribu obat yang ada setelah beberapa kali skrining. Menurutnya, obat tersebut telah diuji klinis di lebih dari 10 rumah sakit di Beijing, serta di Provinsi Guangdong Cina selatan dan Provinsi Hunan di China tengah, dan telah menunjukkan hasil yang cukup baik.

Dalam uji coba, kelompok pasien yang telah diberi obat turun demamnya, peningkatan gambar CT paru-paru, persentase pasien yang menjadi negatif dalam tes asam nukleat virus dan waktu mereka perlu melakukannya.

“Pasien yang menggunakan obat juga membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk pulih,” kata Sun seperti dikutip dari thestar.

Sun memberi contoh seorang pasien berusia 54 tahun di Beijing, yang dirawat di rumah sakit empat hari setelah menunjukkan gejala virus corona. Setelah minum obat selama seminggu, ia melihat semua indikator membaik dan asam nukleat berubah negatif.

Baca Juga :  DPR Ajak Masyarakat Kawal Pencoblosan Pilkada Besok

“Sejauh ini, tidak ada reaksi merugikan serius yang jelas terkait dengan obat telah ditemukan di antara lebih dari 100 pasien yang terdaftar dalam uji klinis,” jelas Sun.

WHO bantah klorokuin bisa jadi obat virus SARS-CoV-2

Janet Diaz, kepala perawatan klinis dalam Program Emergensi WHO, sudah pernah membantah klorokuin memiliki bukti untuk menyembuhkan pasien COVID-19. Bantahan ini disampaikan dalam konferensi pers pada 20 Februari 2020 lalu.

“Untuk klorokuin, tidak ada bukti bahwa itu adalah pengobatan (COVID-19) yang efektif saat ini,” katanya, seperti dikutip AFP.

Ia juga menegaskan, bahwa sampai saat ini (bulan Februari) belum ada vaksin atau obat antivirus spesifik untuk mencegah atau mengobati COVID-19.[rif]

Comment