Sudah Dibangun Megah, PLBN Aruk Belum Dianggap Pintu Eskpor oleh Malaysia

KalbarOnline, Sambas – Meski sudah dibangun megah oleh Pemerintah Indonesia, Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk masih belum dianggap sebagai pintu ekspor oleh pihak Malaysia. Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi lintas instansi yang membahas percepatan pembangunan wilayah perbatasan Aruk sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru di PLBN Aruk, Sambas, Senin (10/2/2020) lalu. Artinya, belum ada kesamaan persepsi antara Indonesia dengan Malaysia terkait pintu ekspor (dry port) di Aruk, Kabupaten Sambas dengan Biawak, Sarawak.

“Kalbar (Indonesia) sudah menganggap PLBN Aruk sebagai pintu ekspor, sementara pihak Sarawak (Malaysia) belum,” ujar Gubernur Kalbar, Sutarmidji usai membuka rakor tersebut.

Menurutnya, masalah ini menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan. Namun, kata dia, melalui rakor itu, pihak Konsulat Jenderal RI di Kuching menyatakan siap menyampaikan usul ke pihak Sarawak, Malaysia agar Biawak juga dijadikan pintu ekspor.

“Dirjen Perdagangan Luar Negeri juga harus berupaya melobi Malaysia untuk supaya sama-sama menjadikan pintu ekspor seperti di Badau,” pintanya.

Hal ini semakin diperparah dengan keberadaan Sosek Malindo (Sosial, Ekonomi, Malaysia – Indonesia) yang kurang memberikan kontribusi maksimal. Harusnya, kata Midji, persoalan di bidang ekonomi seperti ini bisa dicarikan jalan keluar lewat hubungan kerja sama bilateral tersebut (Sosek Malindo).

Baca Juga :  Sutarmidji Effect Jelang Pilgub Kalbar 2018

“Ini saya tidak tahu. Tidak jelas apa yang dikerjakan mereka (Sosek Malindo). Buktinya tidak ada gregetnya selain budaya, cuma olahraga sepeda-sepedaan, padahal namanya Sosek Malindo tetapi ekonominya tidak kelihatan. Nah, itu yang harus dibenahi ya,” tukasnya.

Kendati demikian, kegiatan ekspor di Aruk diketahui sudah mulai berjalan sejak akhir tahun lalu walau dalam aktivitasnya terpaksa dilakukan di zona netral, dengan membawa barang ekspor untuk bongkar muat ke angkutan-angkutan dari Malaysia.

“Jadi tidak efisien. Tapi jumlah ekspornya mulai Desember kemarin progresnya terus meningkat,” kata pria yang akrab disapa Midji ini.

Sayangkan komoditas ekspor di Aruk hanya produk mentah

Di kesempatan itu, orang nomor wahid di Bumi Tanjungpura ini turut menyayangkan komoditas ekspor di Aruk rerata merupakan produk pertanian mentah. Padahal, kata dia, masih banyak potensi yang bisa diolah sebelum dijual ke luar negeri seperti salah satunya kelapa. Hal lain yang juga mengagetkan menurutnya adalah ekspor jagung. Padahal Kalbar sendiri masih membutuhkan jagung sebagai pakan ternak yang murah.

Baca Juga :  Momen Peringatan Sumpah Pemuda, Bupati Sambas Ajak Seluruh Elemen Masyarakat Perangi Narkoba

“Nah, banyak hal yang tadi juga kami bahas dan sudah diinventaris semua masalahnya. Nanti akan kami bahas kembali,” katanya. Termasuk soal bagaimana ke depan membuat kawasan Pantai Temajuk sebagai objek wisata andalan Kalbar. Untuk mulai menggaungkannya, perbatasan Temajuk di Kecamatan Paloh perlu dilengkapi dengan beberapa fasilitas. Masalah tata ruang wilayah dan tanah, maupun pintu keluar masuk resmi bagi orang dari luar negeri juga diatur.

“Di sana itu hanya bisa masuk untuk kendaraan roda dua, tapi pengunjungnya ramai, wisatawan yang dari Kuching dari Malaysia juga bisa masuk dari situ, termasuk yang dari luar Malaysia,” bebernya.

Dirinya berharap semua peluang bisa ditangkap. Mulai dari kegiatan industri perdagangan sampai dengan industri kreatif dan pariwisata.

“Saya minta kawasan ini (PLBN Aruk) dijaga betul dan ekspornya terus ditingkatkan dan produknya juga lebih beragam,” tandasnya.

Pada kesempatan itu Midji juga berkesempatan melepas ekspor harian. Komoditas yang diekspor berupa produk pertanian dan perikanan dengan nilai devisa sebesar Rp149 juta. Untuk produk pertanian, ada buah naga sebanyak 1,4 ton, jeruk 300 kilogram, petai 300 kilogram, ubi jalar 200 kilogram, talas 100 kilogram, kelapa 19 ton, pisang dua ton, bawang merah 400 kilogram dengan total Rp72,4 juta. Lalu untuk perikanan ada ekspor ubur-ubur sebanyak 4,6 ton senilai Rp74 juta. (Fai)

Comment