Categories: Nasional

Dompet Dhuafa Pendidikan Nilai Kebijakan Baru Mendikbud Tak Substantif

KalbarOnline, Nasional – Dompet Dhuafa Pendidikan (DD Pendidikan) turut menanggapi kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pernyataan sikap DD Pendidikan tersebut disampaikan oleh GM Sekolah Ekselensia Indonesia, Abdul Khalim saat ditemui di kantornya di Desa Jampang, Kabupaten Bogor, Rabu (11/12/2019) siang. Menurutnya, kebijakan baru Mendikbud itu tidak substantif.

Sebagaimana diketahui, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim baru saja mengumumkan kebijakan pendidikan terbaru melalui Siaran Pers Kemendikbud Nomor 408/sipres/A5.3/XII/2019. Kebijakan Pendidikan bertajuk ‘Merdeka Belajar’ tersebut berisi tentang Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Dua dari empat poin kebijakan tersebut menarik DD Pendidikan untuk bersuara. Pertama, tentang kebijakan UN. Mendikbud berencana melaksanakan UN terakhir pada tahun 2020 mendatang. Selanjutnya pada 2021 dan seterusnya, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi) dan penguatan pendidikan karakter.

Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. Adapun arah kebijakan ini mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS.

Menurut GM Sekolah Ekselensia Indonesia, DD Pendidikan, Abdul Khalim, kebijakan tersebut tidak menyentuh substansi dari UN itu sendiri.

“Sejak 2014 UN tak lagi jadi standar kelulusan, tapi dijadikan sebagai pemetaan sejauh mana kualitas pengetahuan anak didik di Indonesia. Hal ini sebagai upaya standardisasi dan pemerataan kualitas pendidikan kita,” ungkap Khalim.

Khalim juga mempertanyakan bagaimana caranya mengetahui sebaran kualitas pendidikan Indonesia, jika tanpa UN.

“Bukankah selama ini sasaran program peningkatan kualitas pendidikan biasanya dijadikan salah satu acuan memilih wilayah program?,” lanjutnya.

Khalim juga menyoroti jika alasan penghapusan UN adalah untuk menghemat anggaran pendidikan, sebenarnya tidak tepat.

“Nyatanya untuk ujian akhir semester saja, di mana sekolah membuat soal sendiri, ini masih dipungut biaya juga oleh subrayon. Ujian Nasional untuk kepentingan pemetaan kualitas pendidikan jauh lebih penting ketimbang pertimbangan efisiensi biaya,” tukas Khalim.

Poin kedua adalah mengenai RPP. Kemendikbud akan menyederhanakan proses penyusunan RPP dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP.

Tiga komponen inti RPP baru nanti akan terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. Mendikbud beralasan, format tersebut bertujuan agar lebih efisien dan efektif. Sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup menurut Mendikbud. Namun berbeda dengan Khalim, dirinya kembali menilai alasan Mendikbud tidak substantif.

“Masalah RPP mau satu atau seribu halaman, ini lagi-lagi bukan menjadi soal. Justru yang jadi soal adalah mentalitas guru dalam menyikapi RPP,” papar Khalim.

Khalim pun menyajikan realita yang ia dapati dari sekolah-sekolah yang ia dampingi bersama timnya.

“Di beberapa sekolah, kami jumpai RPP hanya download dari internet dan bahkan ada yang sengaja jual RPP. Sehingga ketika RPP hanya satu lembar pun tetap nanti akan ada yang jualan RPP,” tuturnya.

Khalim menilai, masalah utamanya kembali kepada sejauh mana kesiapan guru dalam membuat desain pembelajaran. Guru seharusnya memikirkan bagaimana caranya agar pembelajaran yang ia lakukan berkualitas dan menarik para siswa untuk mengikutinya.

“RPP itu penting, namun lebih penting lagi metode pembelajaran yang digunakan oleh guru,” pungkas Khalim.

DD Pendidikan sendiri adalah salah satu lembaga swadaya masyarakat yang aktif memberikan layanan pendidikan berkualitas di Indonesia. Telah lebih dari satu dekade, DD Pendidikan melakukan program Pendampingan Sekolah. Tujuan program tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas sekolah dan kualitas pembelajarannya. Hingga saat ini DD Pendidikan telah mendampingi 200 sekolah yang tersebar di 30 provinsi. (*/DD)

Jauhari Fatria

Saya Penulis Pemula

Leave a Comment
Share
Published by
Jauhari Fatria

Recent Posts

Cari Duit Untuk Judi Online, Pasangan Sejoli Ini Malah Mencuri di Swalayan

KalbarOnline, Kubu Raya - Demi mendapatkan uang untuk bermain judi online, pasangan siri di Pontianak…

3 hours ago

Romi Wijaya Ikuti RUPSLB BPD Kalbar Tahun 2024

KalbarOnline, Pontianak - Penjabat Bupati Kayong Utara, Romi Wijaya mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham Luar…

3 hours ago

Tips Penggunaan Antibiotik yang Tepat

KalbarOnline, Pontianak - Penyakit infeksi masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang sering…

3 hours ago

Pameran Seni Merawat Ingatan Warga, Rekomendasi Gallery Date untuk Libur Panjang di Pontianak

KalbarOnline, Pontianak - Pameran Seni "Merawat Ingatan Warga" bisa menjadi salah satu pilihan untuk menikmati…

3 hours ago

Ani Sofian Dorong Perempuan Lebih Berperan dalam Pembangunan Kota

KalbarOnline, Pontianak – Pj Wali Kota Pontianak, Ani Sofian menilai peran perempuan dalam pembangunan masih…

3 hours ago

Ketua POPTI Kalbar Jadi Pembicara Nasional Hari Talasemia Sedunia 2024

KalbarOnline, Pontianak - Ketua Perhimpunan Orangtua Penderita Talasemia Indonesia (POPTI) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Windy…

8 hours ago