KPK : Bupati Bengkayang Minta Persenan Untuk Selesaikan Permasalahan Pribadi

KalbarOnline, Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot atas dugaan menerima suap berkaitan dengan pekerjaan proyek di lingkungan Pemkab Bengkayang pada Selasa (3/9/2019) kemarin.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan menjelaskan Suryadman Gidot ditangkap KPK di Mess Pemkab Bengkayang di Kota Pontianak bersama enam orang lainnya yang terdiri dari sejumlah Kepala Dinas dan penyelenggara negara dan pihak swasta.

“Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK mengamankan tujuh orang di Bengkayang dan Pontianak. Satu di antaranya adalah Bupati Bengkayang, SG (Suryadman Gidot) beserta ajudannya RIS (Risen Sitompul), kemudian AKS (Aleksius) selaku Kepala Dinas PUPR Bengkayang dan Staf Dinas PUPR Bengkayang, FJ (Fitri Julihardi), O (Obaja) Sekda Pemerintah Bengkayang dan YN (Agustinus Yan) selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkayang serta RD (Rodi) selaku pihak swasta,” ujarnya.

Basaria juga menjelaskan konstruksi kasus yang menjerat Bupati Bengkayang, Suryadman Gidot. Diketahui bahwa pada Jumat 30 Agustus 2019, Bupati Bengkayang meminta uang kepada AKS dan YN.

“Permintaan uang tersebut dilakukan SG atas pemberian anggaran penunjukan langsung APBD-Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan sebesar Rp6 miliar. Lalu AKS dan YN diminta menghadap Bupati pada pukul 08.00 WIB. Pada pertemuan tersebut, SG diduga meminta uang kepada AKS dan YN masing-masing sebesar Rp300 juta, uang tersebut diduga diperlukan SG untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya dan SG meminta untuk disiapkan pada hari Senin dan diserahkan kepada SG di Pontianak,” jelas Basaria.

Baca Juga :  Aliansi Pemuda Kalbar Gelar Aksi Bela Bangsa: Pancasila Final

Menindaklanjuti permintaan itu, jelas Basaria lagi, AKS lantas menghubungi beberapa rekanan pada 1 September 2019 untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat dapat memenuhi setoran di awal. Hal ini dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk memenuhi permintaan Bupati.

“Untuk 1 paket pekerjaan penunjukan langsung, diminta setoran sebesar Rp20-25 juta atau minimal 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu 200 juta. Kemudian pada Senin 2 September 2019, AKS menerima setoran tunai dari beberapa rekanan proyek yang menyepekati setoran di awal yaitu terkait dengan pekerjaan penujukan langsung melalui FJ dengan rincian dari BF diterima sebesar Rp120 juta, dari PS, YF dan RD sebesar Rp160 juta serta dari NM sebesar Rp60 juta,” jelasnya.

Baca Juga :  Demokrat Tegaskan Target Pertumbuhan Ekonomi 2021 Tidak Realistis

Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan barang bukti berupa handphone, buku tabungan, uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan 100 ribu.

Saat ini, Bupati Bengkayang beserta beberapa orang yang diamankan telah resmi menyandang status tersangka. Penetapan tersangka terhadap Suryadman Gidot berdasarkan pemeriksaan awal, sebagaimana diatur dalam KUHAP dilanjutkan dengan gelar perkara dengan batas waktu 24 jam, maka disimpulkan telah terjadi tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang mewakilinya terkait pembagian proyek pekerjaan di lingkungan Pemkab Bengkayang tahun 2019.

Akibat perbuatannya, kelima pihak swasta tersebut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Suryadman Gidot dan Aleksius dijerat sebagai penerima dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“KPK menegaskan kepada penyelenggara negara di manapun harus segera mengakhiri praktik curang meminta commitment fee terkait pekerjaan pemerintahan. Perbuatan yang jelas bertentangan dengan hukum ini sangat merugikan masyarakat sebagai pengguna infrastuktur. Kualitas pekerjaan proyek yang dikerjakan oleh kontraktor akan berpengaruh akibat fee yang diminta oleh penyelenggara negara,” pungkasnya. (Fai)

Comment