Bupati Jarot Janji Bakal Perjuangkan WPR ke Gubernur dan Kapolda

– Audiensi Dengan Puluhan Pekerja PETI

– Bupati Jarot: Aktivitas PETI harus pertahankan konsep Sintang Lestari

KalbarOnline, Sintang – Bupati Sintang, Jarot Winarno menerima puluhan pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang tergabung dalam Persatuan Penambang Emas Kabupaten Sintang di ruang tunggu Pendopo Bupati Sintang, belum lama ini.

“Beberapa waktu lalu saya sudah bertemu Gubernur dan Kapolda Kalbar. Gubernur dengan tegas minta cepat memproses WPR. Kapolda tegas menyatakan improvisasi mengatasi masalah ini silahkan tetapi penegakan hukum tetap jalan,” ujar Bupati Jarot.

“Kalau kita naik pesawat, kita akan melihat banyak spot tanah yang putih bekas PETI. Di sungai juga banyak titik sumber air baku oleh PDAM. Yang selalu disalahkan adalah kadar merkuri di Sungai Melawi dan Sungai Kapuas sudah di atas ambang batas aman. Jadi air sungai ini disedot oleh PDAM kemudian dialirkan kepada 40 ribu konsumen PDAM di Sintang,” sambungnya.

Saat ini, lanjut Bupati, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mengembangkan sianida basah untuk menggantikan merkuri karena lebih murah dan efektif tidak berbahaya.

“Saat ini izin pertambangan rakyat sudah menjadi kewenangan Gubernur bukan Bupati,” ucapnya.

Berdasarkan Perda RTER, diterangkan Bupati, maka WPR sebenarnya hanya diperbolehkan di daerah Sepauk dan Ketungau Hulu. Namun Bupati berjanji akan membantu dengan kebijakan Bupati Sintang agar WPR diperbolehkan di Kecamatan Sintang dan daerah lainnya.

“Kita akan berikan toleransi di sungai jika tidak menggunakan merkuri dan ada alat pengolahan khusus. Di sungai harus zero merkuri, tidak ada manipulasi lingkungan dengan menggunakan alat berat, tidak menyentuh titik air baku PDAM, betul-betul untuk bertahan hidup, mempertahankan konsep Sintang Lestari dan lingkungan dijaga, pembatasan jumlah mesin di yang beroperasi dan hanya untuk mencari makan serta ada izin oleh kepala desa. Boleh menambang tanpa merusak lingkungan, tidak dekat dengan fasilitas umum. Tidak membuat tebing longsor. Solusi ini akan kita bawa ke Gubernur dan Kapolda,” tukasnya.

Baca Juga :  Hiburan Rakyat Semarakan Hari Jadi ke-656 Kota Sintang, Bupati Jarot: Yang Penting Masyarakat Senang

Bupati juga menambahkan bahwa konsep Sintang Lestari ada keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan menjaga lingkungan.

“Bakar ladang saja kita atur dengan baik apalagi aktivitas PETI. WPR akan kita bantu dengan syarat statusnya tanah negara maksimal 25 hektar di suatu wilayah dan hanya untuk 25 mesin. Saya akan bawa perwakilan pekerja PETI bertemu Gubernur dan Kapolda Kalbar. Kita sama-sama berjuang. Konsep kita sama yakni zero merkuri dan harus ramah lingkungan,” tandasnya.

Sementara Dedi Wahyudi dari WWF Sintang menjelaskan mengenai penyelamatan lingkungan dengan tetap memperhatikan masalah ekonomi. Dalam konsep Sintang Lestari, kata dia, harus ada keseimbangan antara aktivitas ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

“Artinya pengembangan ekonomi berbasis lingkungan. Faktanya budaya kita pun dihancurkan oleh PETI. Kami juga menyimpulkan bahwa aktivitas PETI menurunkan kualitas baku air dengan kekeruhan yang mempengaruhi biotik sungai. Kami memang tidak berwenang untuk menghentikan PETI tetapi kami terus mendorong agar membantu peralihan kerja. WPR perlu melihat tata ruang yang ada,” terang Dedi Wahyudi dari WWF.

Sementara Rayendra dari Sintang Fishing Club turut menjelaskan bahwa sudah banyak penelitian tentang kualitas air Sungai Melawi dan Kapuas bahwa percampuran berbagai materi akibat PETI bisa menyebabkan penyakit kanker dan ginjal karena di konsumsi terus menerus.

Baca Juga :  Pemkab Sintang Atur Lokasi Kampanye dan Pemasangan APK Pilgub Kalbar

“Pertama yang menerima dampak adalah masyarakat pesisir. Tanjung di sungai juga berkurang. Kami selalu melakukan evaluasi atas kualitas air sungai Melawi dan Kapuas. WPR harus melalui kajian dan AMDAL. WPR harus ada kajian mendalam, apa yang kita lakukan melalui PETI tidak aman dan ada 8 Undang-undang yang dilanggar. PETI tidak hanya persoalan merkuri tetapi lumpur yang berdampak. PETI memberikan dampak negatif yang besar. Bagi saya PETI di sungai tidak ada toleransi lagi,” terang Rayendra.

Sementara Ketua Persatuan Pekerja Penambang Emas Kabupaten Sintang, Asmidi menegaskan bahwa pihaknya menuntut solusi karena menyangkut masa depan para pekerja penambang emas dan keluarga.

“Sampai sekarang belum ada solusi dari masalah ini. Kami juga belum ada pekerjaan lain. Sementara WPR butuh proses sementara kami tidak mampu menunggu proses WPR. Mekanisme yang dituntut kami siap ikuti seperti zero merkuri kami siap,” terang Asmidi.

Keramai salah seorang pekerja menegaskan bahwa apabila aktivitas PETI benar-benar dihentikan pihaknya tentu akan berontak. Keramai berdalih bahwa hal ini menyangkut keperluan keluarga para pekerja PETI.

“Kami minta diberi petunjuk untuk bisa bekerja selama proses WPR. Kami warga negara dan punya hak atas tanah kami. Saat ini ada ribuan orang menunggu hasil dialog ini. Untuk berhenti bekerja rasanya berat sekali. Kami sudah tidak bekerja beberapa hari. Kami tidak pernah menerima surat kesepakatan Forkopimda kemarin. Kami hanya lihat melalui media sosial. Tetapi kami patuh dan menghentikan pekerjaan ini. Kami hanya minta diizinkan bekerja selama proses pengurusan WPR. Kami belum pernah mendengar ada kasus penyakit karena merkuri,” terang Keramai.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sintang, Syahroni menjelaskan pihaknya sudah pernah melakukan kordinasi ke Dinas ESDM Provinsi Kalbar. Hasilnya, lanjut Roni, memang WPR memerlukan waktu lantaran harus ada kajian.

“DPRD Sintang juga ada kewenangan dalam proses pengurusan WPR. Dampak dari PETI tidak bisa kita tutupi. Tapi, kami di DPRD siap bantu dalam mengurus WPR,” tukas Syahroni. (Sg)

Comment