Ombudsman Sebut Pemberantasan Narkoba Perlu Regulasi yang Luar biasa

KalbarOnline, Pontianak – Persoalan narkoba yang semakin marak terjadi sekalipun aparat penegak hukum bekerja ekstra melalui sejumlah keberhasilan penangkapan terhadap para gembong dan pengedar barang haram ini, ternyata tak membuat jera para pelaku narkoba.

Bahkan beberapa kali pengungkapan yang dilakukan oleh Polda Kalbar, tak jarang didapat para narapina yang menjadi dalang peredaran narkoba dari balik Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan).

Menanggapi hal ini, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi menegaskan bahwa sekelumit persoalan narkoba tak akan tuntas jika aparat penegak hukum tak berkomitmen untuk berupaya menghentikan aktivitas peredaran barang haram tersebut. Sebab, kata Agus, selama ini para pelaku narkoba masih bisa melancarkan bisnis haramnya itu sekalipun dibalik jeruji.

“Narkoba ini merupakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa maka dari itu pemberantasannya harus luar biasa juga, bukan biasa. Kita selama ini kan dalam pemberantasan narkoba menggunakan hukum yang biasa,” kata Agus saat diwawancarai baru-baru ini.

Baca Juga :  Polda Kalbar Terus Lakukan Perkembangan Kasus Jaringan Narkoba

Yang menjadi biasa, jelas Agus yakni seperti prosedurnya, misalnya barang (narkoba) yang berhasil diamankan berapapun jumlahnya, dilakukan proses sita kemudian disimpan di suatu tempat untuk nanti sebagai bukti dalam proses persidangan.

Inilah yang menurutnya proses hukum biasa dan semestinya, kata Agus, harus ada perubahan regulasi dalam penanganan narkoba.

“Yang ideal itu setiap yang ditangkap berapapun jumlahnya jadikanlah sample sekian milligram sebagai barang bukti, selebihnya harus dimusnahkan 1×24 jam, jangan dibiarkan berlarut-larut, harus ada perubahan, ubah hukum acaranya. Ini kejahatan luar biasa kalau hukumnya biasa-biasa saja tentu tak ada hebatnya, biasa aja. Itu yang menurut saya harus diubah, Kepolisian, Kejaksaan, Hakim harus bisa bersama-sama mengubah regulasi ini,” tegasnya.

Dicontohkan Agus, misalnya ada penangkapan narkoba 10 kilo sabu, maka sekian milligram bisa diambil sebagai sample, sisanya langsung dimusnahkan bisa saja dengan cara dibakar, diaduk menggunakan air campuran zat kimia dan lain-lain sehingga tidak lagi disimpan. Buat berita acara bahwa barang sampling sama halnya dengan yang dimusnahkan.

Baca Juga :  Edi Kamtono Sebut RTH Mampu Dongkrak Indeks Kebahagiaan Warga Pontianak

“Siapa yang akan mengedarkan barang yang sudah habis. Inikan kalau disimpan dugaanya jadi beragam, disita oleh siapa saja, apa betul barang yang dimusnahkan nantinya adalah barang yang sama, apa betul ketika disimpan barang itu tidak berubah atau sudah diganti. Lebih baik kan seperti contoh tadi, regulasinya kita ubah, peraturannya ubah, kita buat yang luar biasa juga untuk narkoba ini,” tegasnya lagi.

Menurutnya, apabila prosedurnya masih sama, maka persoalan narkoba sampai kapanpun tidak bisa diberantas di Indonesia ini.

Mengenai maraknya peredaran narkoba dari balik Lapas atau Rutan, Agus menilai yang menjadi keyword pentingnya yakni penggunaan handphone.

“Selama barang tersebut (handphone) masih dijumpai di Lapas dan Rutan, sekalipun petugas beralasan bahwa barang tersebut digunakan secara diam-diam oleh para Napi tanpa terdeteksi petugas. Kalau ini perlakuannya seperti masuk penjara lagi, ya disana kuliah dia. Maka peraturan dan regulasinya diubah dengan cermat dan betul-betul. Coba berkaca dengan Filipina kan drastis itu hasilnya. Harusnya kita bisa demikian memperlakukan pelaku narkoba. Kenapa penjara narkoba penuh, wajar karena hukum acaranya biasa-biasa saja, inikan sindikat. Kalau sindikat dihadapi dengan apa, tentu dengan regulasi,” pungkasnya. (Fat)

Comment