Fenomena Anak ‘Nge-Fly’ Minum Air Rebusan Pembalut, Ini Tanggapan KPPAD Kalbar

KalbarOnline, Pontianak – Beberapa pekan terakhir publik dikejutkan dengan fenomena sejumlah anak di beberapa daerah di Indonesia meminum air rebusan pembalut.

Menanggapi fenomena ini, Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar turut angkat bicara selaku salah satu lembaga yang berwenang mengenai persoalan anak.

Alik Rosyad selaku Komisioner KPPAD Kalbar mengatakan bahwa pihaknya turut kaget dengan beredarnya kabar bahwa ada anak-anak yang menggunakan air rebusan pembalut untuk ‘nge-fly’.

“Kasus ini terjadi di beberapa tempat yakni di Semarang, Karawang dan beberapa tempat lain, tentunya kita berharap ini tidak sampai terjadi di Pontianak,” ujarnya saat diwawancarai awak media usai menghadiri pertemuan pembentukan Forum Peduli Anak Kalbar di Kantor Wahana Visi Indonesia (WVI) Kalbar, Pontianak, Jumat (9/11/2018).

Meluasnya berita ini, menurut dia juga berdampak baik. Satu sisi, kata dia, ini akan menjadi langkah preventif sosialisasi untuk langkah pencegahan. Sementara di sisi lain, masyarakat khususnya orang tua menjadi tahu bahwa ada sarana lain atau cara lain bagi anak-anak untuk ‘nge-fly’.

“Inilah gunanya bagaimana masyarakat terutama orang tua untuk melakukan upaya-upaya preventif dan harus mengetahui apa yang dilakukan anak agar jangan sampai kejadian seperti ini misalnya ‘fly’ menggunakan air rebusan pembalut terjadi,” tukasnya.

Baca Juga :  Fenomena Anak ‘Nge-Fly’ Minum Air Rebusan Pembalut, Bujang Dare Pontianak: ‘Unfaedah’

Mengenai efek dari apa yang akan terjadi kepada anak yang meminum air rebusan pembalut ini terlebih lagi didalamnya terkandung zat-zat kimia, tentu kata dia akan berpengaruh pada kesehatan anak.

“Ini yang harus diteliti, tentu dari pihak yang berkompeten yang bisa menjelaskan misalnya dari BPOM atau Kepolisian,” tukasnya lagi.

Mengenai kasus ini, KPPAD Kalbar sendiri kata Alik belum pernah menemukan kasus serupa dan diharapkan dia tak akan pernah terjadi di Kalbar.

“Harapannya, orang tua juga harus tanggap, kira-kira ada sesuatu yang tidak pas pada tingkah laku anak mungkin bisa melakukan proteksi termasuk masyarakat juga, jika ada tanda-tanda misalnya anak-anak berkumpul kemudian melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak sepantasnya wajib dilakukan upaya-upaya pencegahan,” harapnya.

Sementara dari segi usia, Alik menuturkan bahwa fenomena ini menyasar ke usia-usia SMP. Fenomena ini juga, kata dia, mirip ketika booming fenomena ‘ngelem’, karena ngelem dan juga meminum air rebusan pembalut ini sama-sama sarana yang sangat murah meriah.

“Tentunya hal-hal ini cenderung dilakukan oleh anak-anak yang kondisi midle low atau menengah. Dengan keinginan untuk ‘fly’ atau merasakan sensasi sesuatu dengan harga yang murah,” tuturnya.

Baca Juga :  Kasus Penganiayaan Siswi SMP, KPPAD Kalbar Akan Dampingi Kedua Pihak : Korban dan Pelaku

Ia juga tak menampik, hal-hal yang dilakukan anak-anak tersebut bisa saja karena alasan coba-coba, tetapi kata dia, kalau dilakukan lebih dari sekali itu bukan lagi coba-coba.

“Kalau dilakukan lebih dari sekali dan melibatkan teman-temannya, itu bukan lagi coba-coba. Artinya memang ini dilakukan atas dasar sebuah kesadaran untuk mendapatkan kenikmatan ‘fly’. Ini yang kita khawatirkan dan menjadi perhatian kita agar jangan sampai tersebar di Kalbar khususnya Pontianak,” imbuhnya.

Sementara dari latar belakang anak yang terlibat di kasus ini, apakah dari latar belakang broken home, Alik kembali menegaskan bahwa KPPAD Kalbar belum pernah sekalipun menemukan kasus serupa di Kalbar khususnya di Pontianak tentu pihaknya juga belum mengetahui pasti latar belakang anak tersebut.

“Tentu kita juga tidak tahu pasti, karena belum ada kasus serupa di Kalbar khususnya di Pontianak. Tapi berdasarkan diskusi kita dengan KPAI se-Indonesia dan pantauan kita di media kebanyakan memang dari usia SMP, kemudian dari tingkat ekonomi menengah,” tandasnya.

Sementara Duta Anti Narkoba, Shinta Bella turut kaget mengenai fenomena anak minum rebusan pembalut, namun kata dia, zat-zat yang terkandung didalam pembalut itu masih dikaji oleh pegiat-pegiat anti narkoba.

“Sebenarnya ini karena kurangnya pengawasan orang tua juga. Karena terkadang masih ditemukan juga anak-anak belum cukup umur disuruh membeli pembalut. Nah, disini juga ada peran penjual, harusnya penjual lebih selektif juga. Sebaiknya orang tua yang cukup umur yang membelinya,” pungkasnya. (Fai)

Comment