Pengesahan APBD Kerap Molor, Gubernur Sutarmidji Ultimatum Pemkab Melawi

KalbarOnline, Pontianak – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengultimatum Pemerintah Kabupaten Melawi agar tak kembali terlambat mengesahkan APBD. Sutarmidji berang lantaran hal ini bukan kali pertama terjadi di Kabupaten Melawi.

Hal ini disampaikannya saat memberi sambutan pada pembukaan seminar bedah RAPBD Kota Pontianak tahun anggaran 2019 yang berlangsung di aula Keriang Bandong, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalbar, Rabu (31/10/2018).

Orang nomor satu di Bumi Tanjungpura ini bahkan menegaskan akan meminta izin Kemendagri untuk mengambil alih penyusunan APBD Melawi apabila pengesahan APBD kembali molor.

“Saya sudah sampaikan kepada Bupati dan pimpinan DPRD Melawi tahun ini adalah tahun terakhir ditoleransi. Apabila terjadi lagi, saya tak akan biarkan Bupati Melawi membuat Peraturan Bupati (Perbup) tentang APBD. Selama ini  juga tidak pas, kalau itu terjadi lagi, kita yang susun APBD itu dan mereka tinggal melaksanakan, tentu saya akan meminta izin, diskresinya seperti itu.Karena yang dirugikan itu masyarakat Melawi. Bayangkan APBD disahkan bulan Mei, jadi dari Januari-Mei itu tentu tak ada pembangunan, yang rugi tentu masyarakat. Saya tak mau itu, pokoknya mereka (Pemerintah Melawi) harus sahkan APBD di tahun berjalan,” tegasnya.

Bupati, kata dia, boleh mengeluarkan Perbup apabila sudah memasukkan rancangan APBD dengan tepat waktu. Misalnya, dicontohkan Sutarmidji, pada bulan Oktober ini eksekutif telah menyampaikan rancangan APBD 2019 lalu tak dibahas oleh DPRD, dalam hal ini Perbup boleh dikeluarkan.

Baca Juga :  Pemerintah Tetapkan Pontianak dan Singkawang Masuk Daftar PPKM Darurat

“Tapi kalau Bupati tak mengajukan dan Dewan tak bahas, yang salah Bupatinya. Kalau Bupati sudah mengajukan tapi tak dibahas Dewan, yang salah adalah Dewan dan Bupati bisa mengeluarkan Perbup. Tapi kalau sebaliknya, Bupati tak pernah mengajukan maka yang salah adalah Bupati,” tegasnya lagi.

Mengenai APBD Provinsi Kalbar sendiri, Sutarmidji menargetkan akhir Novermber sudah harus rampung dan disahkan.

Atensi Gubernur Sutarmidji terkait adanya daerah tingkat dua di Kalbar yang kerap kali molor dalam pengesahan APBD lantas mendapat tanggapan langsung dari Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri RI, Syarifuddin.

Syarifuddin mengatakan bahwa hal tersebut sudah secara tegas diatur melalui Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“APBD itu harus disetujui bersama oleh eksekutif dan legislatif, kalau kita bicara tahun 2019 maka paling lama 30 November 2018 sudah harus dilakukan pengesahan dan disepakati. Apabila waktu yang sudah ditentukan Undang-undang itu terlampaui tentu ada peraturan lain yang kemungkinan bisa dimungkinkan pejabat terkait baik eksekutif maupun legislatif bisa dikenai sanksi sesuai PP 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,” tukasnya.

Mengenai hal ini, Syarifuddin berharap agar tak ada daerah di Kalbar yang diberikan sanksi. Selain itu, kata dia, Kemendagri akan mendorong pemerintah daerah bersangkutan agar segerah mengesahkan APBD sesuai waktu yang ditetapkan Undang-undang.

Baca Juga :  Terancam Gagal Tampil di PFL 2018, Ini Penjelasan CEO Kancil BBK

“Tentu dalam pembinaan pengelolaan keuangan, kami kembalikan lagi kepada Undang-undang yang berlaku. Kalau aturan misalnya paling lambat pada bulan November ini, tentu kami mendorong pemerintah daerah bersangkutan agar mentaati waktu yang sudah ditetapkan, tentu kami harapkan tak ada daerah yang diberikan sanksi akibat terlambat dalam pengesahan APBD,” paparnya.

“Kalau APBD terlambat itu sudah ada mekanismenya. Kalau seandainya sampai dengan waktu yang ditentukan ternyata APBD belum juga disetujui bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah tingkat dua, maka Kepala Daerah tingkat satu sesuai Undang-undang dinyatakan bisa mengambil alih penyusunan APBD tingkat dua, juga sesuai peraturan Kepala Daerah,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Politik Universitas Tanjungpura, DR Jumadi berpendapat bahwa pengesahan APBD Melawi kerap kali terlambat lantaran hubungan eksekutif dan legislatif setempat kurang harmonis.

“Semestinya ini tak terjadi, karena anggaran itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Konsekuensi dari penundaan itu dampaknya besar. Ini harus jadi catatan penting, kedepan keterlambatan itu tak terjadi lagi,” ujarnya.

Menurut dia hal ini terjadi akibat tak ada persamaan persepsi antara eksekutif dan legislatif barangkali, kata dia, terkait postur anggaran. Tapi, kata dia, dalam pembahasan anggaran memang dinamis.

“Wajar, Dewan punya kewenangan fungsi budgeting dan pengawasan tentu mempunyai pandangan berbeda. Demikian eksekutif sebagai institusi yang awal merancang itu secara teknokratis juga punya alasan. Tapi terjadinya dinamika pembahasan APBD itulah politik namanya, mesti diselesaikan secara solutif tidak kemudian saling ego, karena kalau terjadi penundaan itukan menunjukan ada suatu yang tidak baik. Bupati dan DPRD itukan satu kesatuan Pemerintah Daerah,” pungkasnya. (Fat)

Comment