Polda Kalbar Ungkap Kasus TPPO dan PMI Illegal, Ini Penjelasan Kapolda

KalbarOnline, Pontianak – Upah yang menggiurkan didapat ketika bekerja di luar negeri masih menjadi alasan para pekerja Indonesia atau TKI hingga kini. Masalah demi masalah dihadapi para TKI alias PMI (pekerja migran Indonesia) pada saat bekerja.

TKI dalam Undang-undang nomor 18 tahun 2017 disebut dengan istilah pekerja migran Indonesia (PMI) dengan tetap memberikan perhatian khusus berupa perlindungan khususnya perlindungan hukum.

“Akan tetapi masih saja terdapat para pekerja yang bersedia melalui prosesnya secara illegal dengan harapan dapat bekerja di negara lain dengan gaji besar meskipun tanpa pengetahuan, keterampilan mapun keahlian tertentu,” kata Kapolda Kalbar, Irjen Pol Drs. Didi Haryono, SH., MH.

Pekerja migran melalui proses secara illegal tentunya akan mendatangkan atau menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Sebab, mereka tidak ada keahlian, keterampilan, dokumen keimigrasian maupun dokumen ketenagakerjaan.

“Berbagai bentuk ekspolitasi akhirnya akan menjadi awal dari kesulitan yang akan menjebak setiap pekerja tersebut untuk tetap bertahan atau melarikan diri dari pekerjaan untuk kembali ke Indonesia dengan segala cara,” ujar Kapolda.

Tak hanya PMI Illegal, eksploitasi tenaga kerja juga terjadi di dalam negeri berupa praktik-praktik prostitusi yang sudah merambah mempekerjakan anak di bawah umur. Tentu ini juga merupakan suatu bentuk tindak pidana yaitu tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ataupun perlindungan anak (jika yang dipekerjakan adalah anak di bawah umur).

Baca Juga :  Gubernur Sutarmidji Ikut Semangati Tim Polda Kalbar di Kejuaraan Bola Voli Kapolri Cup 2023

“Penanggulangan senantiasa dilakukan oleh kepolisian melalui penegakan hukum dengan menerapkan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, UU Pemberantasan TPPO maupun UU lain,” ucap Kapolda.

Jajaran Polda Kalbar memberikan perhatian khusus terhadap jenis tindak pidana ini. Karena, masih menjadi salah satu program 100 hari kerja prioritas Kapolda Kalbar tahap ke-3 yaitu Zero Illegal TPPO.

Adapun periode pengungkapan dari bulan Januari  hingga 18 September 2018 pada semester I pelaksana adalah Ditreskrimum Polda Kalbar dan Satreskrim Polres jajaran.

Berdasarkan catatan hasil pengungkapan TPPO dan PMI Illegal Semester I tahun 2018 sebagai berikut. Jumlah kasus total 31 kasus, jumlah tersangka : 42 orang, terdiri dari jumlah korban : 127 orang, terdiri dari laki-laki dewasa : 74 orang, perempuan dewasa : 40 orang serta anak dan bayi : 13 orang.

“Pengungkapan kasus menonjol pengiriman PMI Illegal, pada Selasa 18 September 2018 oleh Ditreskrimum Polda Kalbar,” ujar Kapolda Kalbar saat Press Conference di Mapolda Kalbar, Rabu (19/9/2018).

Tempat kejadian soal PMI ilegal itu di Bandara Supadio Pontianak. Jumlah calon PMI Illegal 32 orang asal Sulawesi Selatan, jumlah tersangka 5 orang, 1 orang perekrut dan 4 orang pengemudi. Tak hanya itu petugas juga menyita barang bukti berupa 14 buku paspor, 4 unit mobil, 27 lembar KTP, 7 unit handphone dan 1 lembar kartu keluarga.

Baca Juga :  Jadi Pj Ketua PKK Kalbar, Windy Komitmen Dukung Percepatan Pembangunan Melalui 10 Program Pokok

Adapun modusnya adalah para calon pekerja dari Sulawesi Selatan berangkat ke Pontianak dengan menggunakan pesawat terbang, setibanya di bandara supadio mereka akan melanjutkan perjalanan darat menuju perbatasan negara Indonesia-Malaysia di entikong.

“Mereka hanya berbekal Paspor saja dari sembilan item dokumen yang harus dilengkapi oleh calon pekerja sebelum berangkat sebagai PMI,” tuturnya.

Kapolda mengimbau masyarakat agar dalam bentuk apapun, eksploitasi terhadap seseorang adalah suatu tindak pidana, kepolisian tidak segan-segan akan menindaknya.

Kapolda juga meminta agar masyarakat yang ingin bekerja khususnya di luar negeri mewaspadai para calo PMI yang menghalalkan segala cara seperti bersedia membuatkan dokumen palsu, menyuruh membuat dokumen palsu, memberi bujuk rayu, mengiming-imingi sesuatu yang berlebihan seperti gaji berkali lipat, pekerjaan yang enak meskipun tanpa keahlian khusus dan lain lain.

“Juga diminta agar masyarakat memberikan perhatian terhadap lingkungannya jika terdapat penampungan-penampungan orang dari luar daerah dengan tanpa keterangan tujuan dan pekerjaan yang jelas, segera informasikan kepada kepolisian terdekat,” tandas Kapolda.

Tersangka disangkakan pasal 2, pasal 4 dan pasal 10 UU RI Nomor 2 Tahun 2007 dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 3 tahun, paling maksimal 15 tahun denda paling sedikit 120 juta, paling banyak 600 juta. Dan pasal 81 UU nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda Rp15 milliar. (*/Fai)

Comment