Karolin Margret Natasa: Perempuan Berjubah Merah Sang Penantang Jantan

“Saya secara biologis perempuan, tapi jangan ragukan kejantanan saya”

KalbarOnline, Pontianak – Begitulah cara Karolin Margret Natasa memungkas suara keraguan akan keberaniannya untuk maju dalam perhelatan akbar Pemilihan Gubernur Kalimantan Barat 2018 ini.

Bila William Wallace yang memekik “Freedom” dalam film Brave Heart. Karolin penuh percaya diri berteriak lantang “Jangan ragukan kejantanan saya” tidak saja dihadapan ribuan pendukungnya, tapi juga kepada dunia.

Dunia? Ya, dunia dengan segala tafsirnya. Pertama, Karolin terlahir sebagai perempuan. Kedua, Karolin terlahir sebagai suku dayak. Ketiga, Karolin terlahir sebagai politikus. Bila ketiganya dijadikan satu kata, maka akan tertulis “minoritas”.

Karolin minoritas menolak tabu dan kolot, “Perempuan Dayak pertama yang maju dalam Pemilihan Gubernur Kalimantan Barat” melawan dua calon Gubernur yang berjenis kelamin Pria (kerap dilambangkan jantan).

Butuh keberanian lebih untuk memecah langit-langit kaca dan Karolin bukan wanita sembarangan. Dibesarkan dalam kehidupan asrama dengan mendekap sendiri sepi, tangis, bahagia dan sakit menjadikannya gadis yang mandiri dan “keras kepala” bila sudah punya mau.

Ada kisah, bagaimana seorang kepala sekolah SMP berhadapan dengan Karol yang saat itu dipercaya sebagai Ketua Osis. Meski programnya ditolak, namun Karol tak bergeming dan terus memperjuangkannya. Ujung-ujungnya si kepala sekolah mengalah atas sikap “keras kepala” muridnya itu.

Baca Juga :  Pemprov Kalbar Masuk 10 Besar Indeks Implementasi Harmonis

Lepas dari seragam putih biru dan putih abu-abu, Karolin terbang ke DKI Jakarta meninggalkan tanah kelahirannya Kalbar dan kedua orangtunya untuk menimba ilmu di Fakutas Kedokteran Universitas Atmajaya.

Jadi sejak kecil hidup di asrama, begitu remaja berada di ibukota negara dengan pandangan masyarakat yang “agak negatif” tentang siapa Karolin dan latar belakangan tanah kelahirannya yang jauh dikenal dengan kemistikan dan keterbelakangan.

Tumbuh dan matang dengan stereotip itu menjadikan Karolin membuka diri berkawan dan berdialog dengan siapa saja tanpa harus dikotak-kotakkan atau disekat-sekat.

Karolin pun enteng melangkah masuk ke semua lapisan masyarakat dari latar belakang yang beragam. Sehingga tidak aneh, bila Pemuda Katolik, organisasi kepemudaan yang punya sejarah panjang di tanah air, diketuai seorang perempuan bernama Karolin Margret Natasa.

Termasuk sambutan hangat masyarakat Kutacane, Kabupaten Aceh, Tenggara, menyambut Karolin selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik Republik Indonesia yang hadir dalam seminar bertajuk “Kebersamaan dalam Keberagaman” yang dihelat Pemuda Katolik, Januari 2016 lalu.

Baca Juga :  Innalillahi, Mantan Pangdam XII/Tanjungpura Meninggal Dunia

Koppig bisa jadi bila sudah punya keinginan, seperti mundur sebagai dokter di Puskesmas Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, memilih politik dalam upayanya ikut serta mengubah pola kebijakan pemerintah pusat dan daerah di bidang kesehatan khususnya masyarakat pedalaman.

Bahkan kepada dirinya sendiri, Karolin sering tersilap akan kondisi tubuhnya, sampai-sampai Megawati Soekarnoputri, Presiden ke lima Republik Indonesia dan Ketua Umum PDI Perjuangan, ngeri-ngeri sedap sendiri.

“Saya yang takut, lagi hamil begitu, saya bilang ‘sudah pulang saja kamu dari pada nyusahin,” ujar Megawati melihat sosok Karolin yang dijulukinya kecil-kecil cabe rawit ini kekeuh naik turun panggung untuk kampanye meski dalam kondisi hamil tua.

Perjuangan Karolin masih lagi panjang untuk menjadi “orang nomor satu di Kalimantan Barat”. Onak duri bernama SARA dihamparkan dalam upayanya meruntuhkan langit-langit kaca berselimut halimun hingga keindahan di luar sana dapat dinikmati bersama, bukan hanya bersenandung dalam tempurung. (Leo/Sahabat Karolin)

Comment