Budayakan Tanjak, POM Kalbar: Penegasan Identitas Budaya Melayu

“Bangga Memakai Tanjak”

KalbarOnline, Pontianak – Melilitkan kain di kepala menjadi ciri khas kaum adam di daratan Melayu. Bentuk kain tersebut juga beragam, seni daripada melilitkannya juga cukup variatif.

Adapun kain yang dililitkan di kepala itu dinamakan Tanjak. Ibarat kaum pria Jawa memakai blangkon, sebagai simbol adat Jawa, yang sudah sangat populer di Indonesia. Keberadaan Tanjak di daratan Melayu juga sebagai ciri khas sejak bumi terbentang.

Kini, di berbagai daerah kembali mempopulerkan yang menjadi ciri dan simbol adat tersebut. Seperti di Kabupaten Siak, mulai dari Bupati, pejabat pemerintahan hingga anak muda kembali gemar memakai Tanjak. Tentu saja dengan bentuk dan variasi yang sudah dimodifikasi.

Kenapa kaum pria Melayu memakai Tanjak? Tentu mempunyai alasan yang mengakar jika dirunut dari sejarah dan fungsinya.

Sebenarnya, Tanjak dianggap lambang kewibawaan di kalangan masyarakat Melayu. Semakin tinggi dan kompleks bentuknya, menunjukkan semakin tinggi pula status sosial sipemakainya.

Sementara akhir-akhir ini hangat kembali cerita mengenai adat Melayu di Kalimantan Barat dan tata cara memakai Tanjak, dimana dan kapan saja, layaknya Tanjak saat digunakan para bangsawan atau raja-raja Melayu pada zaman dulu.

Cerita ini hadir pada saat Persatuan Orang Melayu (POM) Kalimantan Barat sedang menggalakkan dan mempopulerkan kembali Tanjak dikalangan masyarakat Melayu Kalbar.

Ketua umum POM Kalbar, Agus Setiadi melalui Bidang Humas, Edy Setiawan mengatakan bahwa POM sangat menyambut positif segala hal yang sifatnya mengangkat marwah Melayu, terlepas itu kritik maupun sumbangsih saran.

“Sebagai orang melayu, apapun kite sambut dengan hangat. Termasuk ketika mempermasalahkan waktu dan busana saat memakai tanjak. Sebab, ada sebagian kalangan yang menganggap kegiatan POM dalam hal ini kurang tepat. Karena tanjak merupakan hal sakral bagi kalangan bangsawan dan hanya dipakai pada acara-acara tertentu saja, dan pakaian yang dikenakan saat memakai tanjak pun harus benar-benar memakai pakaian adat melayu. Sebagai bagian dari pelestari dan pewaris adat budaya Melayu, POM menyambut positif masukan tersebut,” ujarnya.

Baca Juga :  Hadiri Acara Pemilihan Bujang Dara Kapuas Raya, Ini Harapan Bupati Jarot

Dirinya juga menceritakan suatu peristiwa beberapa bulan lalu pada saat sejumlah anggota POM sedang santai di sebuah warung kopi di Kota Pontianak. Karena memang sudah menjadi sebuah keharusan bagi anggota POM untuk selalu mengenakan tanjak dalam keseharian, sekaligus mengenalkan dan mempromosikan untuk bangga memakai Tanjak.

“Selang beberapa lama kami menikmati kopi, beberapa orang pemuda memberanikan diri menanyakan prihal tanjak kepada kami. Yang membuat kami miris bahwa mereka semua mengaku Melayu namun tak ada satupun yang tau bahwa tanjak yang kami kenakan bahwasanya adat mereka sendiri. Mereka malah mengira kami orang Bali atau orang Sunda, yang kebetulan datang jalan-jalan ke Pontianak.

Tak puas hanya sampai disitu saja, beberapa hari setelahnya pada saat acara Car Free Day (CFD) dijalan protokol A. Yani Pontianak. Pihaknya tanpa menggunakan atribut POM menanyakan secara acak ke 10 orang peserta CFD yang kebetulan melintas atau didatangi, hasilnya mengejutkan sekaligus membuat miris.

“Dari 10 orang yang kami tanyakan tentang tanjak, hanya satu orang yang tau apa itu tanjak. Dan itupun kebetulan beliau memang pengurus salah satu organisasi Melayu di Pontianak,” timpalnya.

“Nah, ini berarti keberadaan tanjak tak banyak yang mengetahui, atau mungkin mereka tau, tapi kurang respek dengan adat dan budaya sendiri. Berbekal pengalaman itulah akhirnya POM benar-benar menggaungkan dan mempromosikan agenda besar “Bangga Memakai Tanjak” dan lazim menggunakan hastag #savetanjak di semua medsos. Yang saat ini sudah mulai merambah ke daerah-daerah,” paparnya.

Jika dulu, lanjutnya, pemakaian tanjak hanya untuk kalangan tertentu saja dan dipakai pada hari tertentu juga, namun jika merujuk pada hal itu, kekhawatiran kehilangan jati diri kemelayuan akan cepat terlupakan.

Untuk saat ini, menurutnya, yang perlu menjadi perhatian adalah generasi terluar dari kalangan raja dan bangsawan, bahwa tanjak berhak dan wajib diperkenalkan serta dipakai sebagai identitas budaya generasi Melayu dari masa ke masa.

Baca Juga :  Acap Kali Terjadi Pemborosan Biaya, Ternyata Masih Banyak Pemda dan Penyedia Jasa Konstruksi Tak Paham Perihal UU Jasa Konstruksi

Padahal representasi Melayu, menurutnya, mungkin banyak yang bertumbuh dikalangan arus bawah, kaum cerdik cendikia, dan pemerhati budaya tanpa gelar anugerah bangsawan.

“Dan mereka ini juga pewaris budaya yang harus dirangkul tanpa mengenal strata sosial, karena melayu pasti besar apabila semua komponen Melayu bersatu,” tukasnya.

“Mengenalkan dan membudayakan tanjak mungkin hanya satu dari sekian banyak adat dan budaya yang ada dalam Melayu, namun ini juga merupakan penegasan identitas Melayu yang kian redup belakangan ini. Dan pada titik inilah kami mencoba untuk lebih mendekatkan semua lintas usia dengan tanjak sebagai awalnya, karena tak mungkin semua dikenalkan dengan waktu yang singkat. Ibarat bayi yang baru lahir, tak mungkin diberikan makanan lengkap dengan nasi dan lauk pauknya. Tentu makanan yang mudah mereka telan dan mereka cerna yang akan kita berikan,” paparnya lagi.

Ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Melayu dimanapun berada, tetaplah bangga menggunakan tanjak, karena identitas bukan hanya milik segelintir pihak. Jika sekat itu diperbesar terus menerus, maka alamat jalan ditempat yang akan ditemui.

“Pilihannya ada pada kita, maju perlahan tapi pasti, atau masih tetap mendebatkan perihal tempat dan layak atau tidaknya masyarakat biasa dalam memakai Tanjak. Jika diluar sana banyak yang bangga memakai budaya ikat kepala atau kopiah rajut (motif dayak) dalam kesehariannya, maka kita melayu juga harus bangga memakai apa yang sudah diwariskan para pendahulu. Jika masih saja memperdebatkan layak atau tidaknya memakai tanjak dalam keseharian, kami minta maaf tidak mampu untuk itu. Karena adat, budaya dan tradisi sejatinya bukan untuk diperdebatkan, tapi dijaga dan dilestarikan. Takkan hilang ditelan zaman,” pungkasnya.

Bagi para sahabat KO yang ingin membeli Tanjak, POM Kalbar juga menjual Tanjak dengan harga yang bervariasi sesuai dengan motif. Dapat mengunjungi Sekretariat POM Kalbar di Jalan Putri Candramidi (Podomoro) Gang. Saptajaya No.1.

Salam Takhdzim

(Fat/Hms POM Kalbar)

Comment