Hadiri Upacara Adat Nyeser Dayak Taba, Wabup: Adat dan Budaya Harus Terus Dilestarikan

KalbarOnline, Sanggau – Nyeser merupakan suatu adat budaya dimana pada jaman dahulu suku dayak pertama berladang dan bercocok tanam. Budaya inilah yang ingin ditumbuhkembangkan kembali oleh masyarakat Dusun Syam, Desa Temiang Taba, Kecamatan Toba, Kabupaten Sanggau sekarang ini.

Wakil Bupati, Yohanes Ontot mengatakan bahwa peninggalan para leluhur tidak boleh disia – siakan dan ditinggalkan.

“Karena merupakan suatu identitas, suatu wilayah, suatu suku yang harus dijaga dan pelihara, apapun sukunya. Tentunya dengan perkembangan jaman ini ada perbaikan – perbaikan tampilan budayanya,” ujarnya saat menghadiri acara kegiatan Budaya Nyeser, di Dusun Syam, Desa Temiang Taba, selasa (14/03/17) kemarin.

“Alam ini menjadi sahabat yang tidak bisa dipisahkan dengan orang Dayak, oleh karena itulah alam ini harus kita jaga dan pelihara, walaupun kita sudah dilanda demamnya kebun sawit, pertambangan,” imbaunya.

“Sesama ciptaan Tuhan tidak boleh saling merusak, contohnya yang sekarang ini pertambangan emas yang bisa merusak ekosistem yang ada di lingkungan sekitar yaitu pencemaran limbah, zat kimia yang berbahaya. Kalau pertambangan rakyat tidak masalah karena peralatan yang digunakan sederhana, yaitu menggunakan dulang saja,” timpalnya.

Baca Juga :  Yohanes Ontot Hadiri Pelantikan dan Pengukuhan DAD Parindu

Menurutnya kegiatan budaya ini sangat luar biasa baiknya, terlebih lagi, menurutnya apabila dikemas dengan lebih baik lagi.

“Kalau budaya nyeser ini nanti sudah kita kemas sedemikian rupa, kita perkenalkan ke luar, ini akan disukai yaitu selain itu ada Amot (topeng hantu) yang merupakan ciri khas adat budaya nyeser,” imbuhnya.

Ia juga mengingatkan kembali bahwa acaman sekarang ini adalah narkoba, pergaulan bebas, isu sara, “hal ini tentunya akan mematikan generasi-generasi selanjutnya, tentu ini yang kita awasi dan jaga kesatuan NKRI kita,” pungkasnya.

Sementara Camat Toba, Lovianus Anus mengatakan bahwa budaya Amot (topeng hantu) ini hanya ada di dua dusun yaitu Dusun Manuk dan Dusun Syam.

“Budaya seperti ini harus kita jaga dan lestarikan agar bisa dikenal oleh masyarakat luas,” katanya singkat.

Ketua Panitia, Martinus Engku menjelaskan asal mula Budaya Nyeser pada masyarakat Taba, berawal dari kehidupan mereka di zaman dahulu yang merasa terganggu dengan adanya ancaman dari mahkluk halus (hantu). Merekapun menduga permasalahan usaha bercocok tanam berasal dari roh jahat.

Baca Juga :  Hadiri Peringatan Nuzulul Quran, Bupati Paolus Ajak Warga Sanggau Hargai Perbedaan

Dari segi pertanian, berbagai tanaman warga menjadi korban, seperti padi, sayuran hjau, jagung, dan tanaman lainya selalu meskipun melalaui perantara berupa hama dan binatang liar yang jumlahnya tidak sebanding dengan komunitas manusia saat itu.

Untuk mengatasi hal tersebut, berbagai upaya terus dilakukkan namun tidak menuaikan hasil yang baik. Sehingga warga dan tokoh adat setempat mengadakan rapat, dalam bahasa Taba dikenal dengan sebutan “ngodon” demi mengatasi masalah tersebut. Dalam musyawarah itu, dicetuslah sebuah ide yang disebut nyeser atau “emburu amot” (memburu hantu atau roh jahat).

“Sekarang ini dilakukan dengan lanting perahu yaitu segala hasil pada saat akan panen padi maupun buah-buahan akan di letakan di perahu kecil sebagai lambang atau syarat yang akan dihanyutkan di sungai yaitu sungai kecil yang berada di dekat dusun tersebut (sungai tayan). Kegiatan adat budaya nyeser dilakukan penduduk setempat tiga tahun sekali,” pungkasnya. (Leo/Jimi Hms)

Comment