Sejumlah Tokoh Angkat Bicara Terkait Insiden Penolakan Wasekjen MUI, Bupati: Saya Mengaku Sedi dan Menyayangkan Kejadian Tersebut

KH Tengku Zulkarnaen: Alhamdulillah Saya Baik-baik Saja

KalbarOnline, Sintang – Masyarakat se Kalbar dihebohkan terkait insiden penghalangan / penolakan kedatangan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Tengku Zulkarnaen yang dilakukan oleh sekelompok massa di Bandara Susilo, Kabupaten Sintang, Rabu (12/1) lalu.

Insiden penolakan terhadap kedatangan Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaen terjadi karena adanya kesalahpahaman. Massa mengira tokoh yang datang ke Sintang tersebut adalah Sekretaris Jenderal salah sebuah organisasi Islam di Indonesia.

Wakil Bupati Sintang, Askiman saat dimintai keterangannya mengatakan bahwa kelompok massa tersebut, awalnya datang ke Bandara Susilo untuk menyambut kedatangan Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Cornelis. Cornelis sedianya akan melantik Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Sintang. Namun Presiden MADN itu batal datang.

Bersamaan dengan kabar kedatangan Presiden MADN, kelompok massa tersebut juga mendapatkan informasi bahwa Sekjen FPI akan tiba ke Sintang menggunakan pesawat. Padahal saat itu yang datang adalah Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaen.

“Jadi ada kabar keliru, padahal yang datang adalah Wasekjen MUI,” jelas Askiman.

“Kami sampaikan ke masyarakat Sintang dan Kalimantan Barat, ini bukan penolakan kepada MUI, tapi karena adanya misskomunikasi atau salah paham saja,” tukasnya.

Selain itu, Askiman juga mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan konfirmasi kepada kelompok massa jika aksi yang terjadi bandara sepenuhnya spontanitas.

Tidak ada perencanaan sebelumnya. Sementara mengenai spanduk yang dibawa kelompok massa ke bandara, memang sudah lama dibuat. Spanduk tersebut mulanya untuk perangkat demo ke Jakarta pada Desember 2016 lalu.

“Jadi spanduk kebetulan ada di mobil mereka,” kilah Askiman.

Menyikapi kejadian ini, kemarin Pemerintah Kabupaten Sintang langsung mengambil langkah dengan mengumpulkan tokoh agama dan masyarakat untuk meredam situasi. Bupati Sintang, Jarot Winarno memimpin langsung pertemuan dengan didampingi Kapolres Sintang AKBP Suharjimantoro dan Kasdim 1205/Sintang Mayor Inf Syafendi. Rapat tertutup di pendopo Bupati itu dimulai pukul 14.00. Rapat berakhir satu jam kemudian.

Sekitar pukul 15.00, Wakil Bupati Sintang, Askiman tiba di Pendopo Bupati. Di Pendopo, Bupati bersama Kapolres dan Kasdim masih menggelar pertemuan. Sementara tokoh agama dan masyarakat telah meninggalkan pendopo.

Tak lama berselang, Wabup meninggalkan pendopo Bupati dan sekitar Pukul 16.00 menggelar pertemuan dengan tokoh agama, masyarakat,dan pemuda di Balai Pegodai. Pertemuan menghasilkan tiga poin kesepakatan bersama, yakni:

Baca Juga :  Marchues Afen Buka Workshop Generasi Sehat dan Cerdas

– Kami sangat mendambakan kehidupan di Kabupaten Sintang yang sudah terjalin dengan baik dan harmonis untuk tetap dapat dipertahankan

– Kami menyadari bahwa Kabupaten Sintang terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, budaya dan agama sangat menghormati dan menjunjung tinggi keberagaman. Oleh karena itu, kami tidak ingin kehidupan yang sudah tentram, damai dan penuh kekeluargaan dirusak oleh pihak-pihak yang bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa

– Kami tidak menolak kehadiran lembaga atau kapasitas seseorang sebagai tokoh agama tetapi sesungguhnya yang kami tolak paham radikal seseorang atau kelompok tertentu yang dapat memecah belah hubungan antarumat beragama serta tidak menerjemahkan kitab suci agama lain yang akan menyesatkan kepercayaan orang lain

Kesepakatan tersebut ditandatangani 30 peserta pertemuan. Mereka perwakilan tokoh agama dan masyarakat di Sintang.

Sementara itu, Ketua MUI Sintang, Ulwan saat dikonfirmasi mengatakan bahwa dirinya berharap kejadian serupa tidak terulang.

“Insiden ini diharapkan jadi pertama dan terakhir terjadi. Keberagaman dan keharmonisan antar-kelompok harus dijaga supaya situasi Sintang yang kondusif dapat dipertahankan,” ujarnya.

Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua I MUI Sintang, Khoidul Mufid mengatakan bahwa di Kabupaten Sanggau, Melawi  maupun Sintang pada dasarnya ingin mendapatkan pencerahan dakwah murni dari kegiatan tabligh akbar dengan menghadirkan Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaen di Masjid Agung An Nur Sintang.

“Hanya ingin mendapat pencerahan dakwah murni. Tidak ada unsur politik apa pun. Kita tidak ingin hubungan antarumat beragama itu terjadi gesekan,” ujarnya singkat.

Ia juga berharap insiden yang terjadi ini tidak berkembang, dan semua pihak dapat menjaga situasi Sintang agar terus kondusif.

“Saya rasa ini murni misskomunikasi, kita juga tak menyangka sama sekali, dan sangat menyayangkan atas kejadian tersebut. Mudah-mudahan ini hanya kesalahpahaman saja,” harapnya.

Sementara itu, Bupati Sintang, Jarot Winarno menyayangkan peristiwa ini. Ia mengaku sedih dan tidak menduga insiden tersebut bisa terjadi di Sintang.

Jarot menambahkan, pihaknya telah mencoba mendalami motif kejadian di bandara. Informasi yang didapat, insiden itu terjadi karena kelompok massa tidak menginginkan kedatangan pihak luar memecah belah kesatuan dan persatuan masyarakat Sintang.

“Saya harap masyarakat tidak terpancing dengan isu kejadian di bandara termasuk yang beredar di media sosial terkait insiden ini,” ujarnya singkat.

Sementara itu, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Sintang, Jefray Edward ikut meyayangkan insiden penghalangan atau penolakan terhadap Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaen. Ia mengaku kaget akan kejadian tersebut. Ia berharap semua masyarakat bisa menahan diri dan kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

Baca Juga :  Resmikan Gedung Serbaguna Desa Nanga Libau, Bupati Jarot Ingatkan Pemdes Soal Pengelolaan BUMDes

“Selaku Ketua DAD Sintang, saya menyampaikan permohonan maaf, jika ada hal yang tidak berkenan. DAD tidak pernah menolak kelompok mana pun. Kecuali kelompok radikal mengatasnamakan agama, yang dapat memecah belah persatuan bangsa,” tuturnya.

Senada dengan Ketua DAD Sintang, Sekretaris Masyarakat Adat Dayak Nasional (MADN), Yakobus Kumis mengatakan bahwa ia tidak tahu sama sekali terkait adanya insiden di bandara.

“Kejadian tersebut sepenuhnya berlangsung secara spontan akibat kesalahpahaman,” ujarnya.

Pihaknya, lanjut Yakobus, tidak pernah menolak tokoh agama manapun untuk datang. Kecuali menolak paham radikal yang kerap disuarakan salah sebuah ormas Islam.

“Paham radikal mengancam keutuhan NKRI,” ujarnya tendensius.

Atas penolakan tersebut, Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnaen terpaksa kembali bertolak menuju Pontianak.

Sebelumnya, Tengku Zulkarnaen ngotot untuk tetap turun, namun dua anggota kepolisian setempat naik ke dalam pesawat dan meminta Tengku Zulkarnaen untuk tidak turun demi keselamatan beliau.

“Kedatangan saya ke Sintang, merupakan undangan resmi oleh Bupati Sintang dan MUI Sintang dalam rangka acara maulid Nabi Muhammad SAW. Saya ditemani anak saya Lukmanul Hakim dan di Pontianak ditemani dan disambut Ustaz Khairi dari Pontianak,” ujarnya.

“Mereka menolak FPI, sudah saya jelaskan bahwa kami yang datang ini dari MUI, tetapi tidak dihiraukan, malahan ada yang mau merengsek sampai pintu pesawat sambil menarik-narik jubah saya, tetapi saya dapat menghindar, Alhamdulillah saya baik-baik saja,” tuturnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid Saadi mengungkapkan, Zulkarnaen pergi ke Kalimantan Barat untuk kepentingan pribadi.

“Kami tidak tahu apa alasannya pergi ke Kalimantan, karena tidak ada penugasan dari MUI. Namun, mungkin dia (Zulkarnaen) diundang warga muslim lokal sebagai tokoh agama,” terangnya.

Zainut menegaskan, pihaknya akan menyelidiki akar permasalahan insiden tersebut. Namun, dia mengimbau kepada semua lapisan masyarakat untuk tidak ikut terpancing atau malah melakukan provokasi. Menurutnya, semua permasalahan yang menyinggung masyarakat Dayak bisa diselesaikan secara damai.

“Kepada saudara muslim, saya imbau agar tidak ikut emosi. Juga sahabat saya di Kalimantan sana untuk tetap tenang,” pungkasnya. (Sg)

Comment